Meterai Adalah Syarat Sah Dokumen, Fakta atau Hoaks?

Meterai adalah Syarat Sah Dokumen, Fakta atau Hoaks?

Meterai adalah salah satu bagian penting dalam dokumen perjanjian, pernyataan, maupun surat-surat berharga. Ada banyak fungsi dan manfaat dari adanya meterai yang terdapat pada sebuah dokumen, mulai dari syarat legalitas dan keabsahan, pajak bea dokumen, hingga bukti di pengadilan. Lantas, apakah meterai adalah salah satu syarat sah dokumen? Berikut ulasan lengkapnya yang perlu Anda ketahui. 

Benarkah Meterai adalah Satu-satunya Syarat Sah Dokumen? 

Masih banyak yang belum mengetahui apakah meterai adalah syarat sah atau tidaknya sebuah dokumen. Bahkan ada yang menyebutkan bahwa meterai adalah satu-satunya bukti keabsahan. Padahal, anggapan tersebut sebenarnya kurang tepat.  

Para ahli hukum berpendapat bahwa perjanjian haruslah disetujui oleh kedua belah pihak dalam sebuah perikatan. 

Hal ini juga diperkuat dengan Pasal 1320 KUHPerdata yang menjelaskan bahwa perjanjian dapat dikatakan sah jika memenuhi empat persyaratan utama, yakni: 

  1. Ada kata sepakat antara kedua belah pihak; 
  2. Kecakapan pihak-pihak yang melakukan perjanjian; 
  3. Ada suatu kondisi tertentu atau adanya objek perjanjian;
  4. Sebab yang halal.

Jadi, walaupun dokumen memiliki meterai namun tidak memenuhi empat unsur di atas, tetap saja dokumen perjanjian itu tidak sah di hadapan hukum. Dengan kata lain, meterai bukan menjadi satu-satunya penentu keabsahan dokumen.  

Meterai sebagai Pajak Bea Dokumen 

Fungsi lain dari meterai adalah sebagai pajak bea dokumen. Ini artinya, meterai menjadi bentuk pungutan pajak atas dokumen-dokumen yang ada.

Hal tersebut ada dalam Pasal 1 Ayat 1 UU Bea Materai, di mana meterai dapat menjadi salah satu sumber pengumpulan dana yang berasal dari masyarakat. Tarif bea meterai yang berlaku saat ini adalah meterai 10.000.

Tentu saja meterai palsu tidak berstatus legal karena tidak dikeluarkan resmi oleh pemerintah.

Adapun beberapa dokumen yang terkena bea pajak di antaranya adalah sebagai berikut: 

  1. Surat yang memiliki sifat rangkap, seperti surat pernyataan, surat keterangan, dan surat perjanjian. 
  2. Dokumen berupa akta notaris dengan grosse, termasuk kutipan dan salinannya. 
  3. Dokumen yang berupa akta dari pejabat pembuat akta tanah, baik itu kutipan dan salinannya. 
  4. Dokumen penting perihal lelang. Misalnya kutipan dari risalah lelah, minuta risalah lelang, salinan, dan grosse risalah lelang. 
  5. Dokumen penting perihal lelang. Misalnya kutipan dari risalah lelah, minuta risalah lelang, salinan, dan grosse risalah lelang. 
  6. Dokumen penting perihal lelang. Misalnya kutipan dari risalah lelah, minuta risalah lelang, salinan, dan grosse risalah lelang. 
  7. Dokumen yang berhubungan dengan transaksi keuangan dengan nominal lebih dari 5 juta, baik itu berupa penyebutan penerimaan uang dan berisi pengakuan utang yang dilunasi maupun dibayarkan sebagian. 
  8. Dokumen penting lainnya sesuai dengan aturan pemerintah yang berlaku. 

Meterai jadi Syarat di Pengadilan 

Selain untuk pajak bea dokumen, fungsi dari meterai adalah juga dapat berperan sebagai salah satu alat bukti penting saat di pengadilan, terutama untuk kasus hukum di ranah perdata. Ketika dokumen berharga seperti surat perjanjian kedua belah pihak, surat pernyataan, dan surat berharga lainnya tidak menggunakan meterai, maka dianggap tidak valid sebagai bagian dari alat bukti. 

Dalam kaidah hukum, adanya penggunaan meterai ini disebut dengan pemeteraian. Pemberlakuannya adalah untuk dokumen alat bukti. Hal itu sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan No. 70/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeteraian Kemudian. 

Baca Juga: Legalitas Meterai Elektronik yang Resmi Hadir di Indonesia

Jenis Meterai 

Penggunaan meterai di Indonesia dibagi dalam tiga jenis, yakni meterai 3.000, meterai 6.000, dan meterai 10.000. Penggunaan meterai 3.000 dan meterai 6.000 dapat digabungkan dalam satu dokumen. Namun, sejak tahun 2022, pemerintah membuat meterai 10.000 untuk bea dokumen tertentu. Hal ini tentu akan membuat penempatan meterai lebih ringkas dan praktis. 

Walaupun mungkin kedua meterai jarang penerapannya atau mungkin sudah tidak digunakan lagi, ada baiknya Anda mengetahui tarif bea meterainya. Hal ini tertuang dalam PP No 24 tahun 2000 pasal 2 dan 3. 

1. 3.000

Meterai 3.000 digunakan untuk dokumen atau surat dengan muatan uang lebih dari Rp250 ribu sampai Rp1 juta. Sedangkan untuk wesel, promes, dan askep juga dikenakan bea meterai dengan nominal uang lebih dari Rp250 ribu sampai Rp1 juta. Termasuk juga untuk cek, bilyet, dan giro, serta surat berharga lainnya.

2. 6.000

Sebenarnya, meterai 6.000 berlaku pada surat-surat berharga seperti halnya meterai 3.000. Lalu, berlaku pula untuk surat kuasa, surat hibah, akta notaris, akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dan lainnya. Dengan kata lain, meterai 6.000 berlaku untuk nilai nominal pada surat lebih dari Rp1 juta.

3. 10.000

Penggunaan meterai 10.000 untuk berbagai dokumen penting sudah mulai per tanggal 1 Januari 2022. Meterai ini menggantikan dua meterai yang sudah ada sebelumnya. Meski memiliki tampilan yang baru, tetap tidak mengurangi nilai dan fungsi serta kebasahannya sebagai salah satu penentu legalitas dokumen.

Kini, Anda sudah tahu bahwa meterai adalah bukan satu-satunya penentu keabsahan dalam sebuah dokumen perjanjian, melainkan sebagai pelengkap untuk memperkuat keabsahan dokumen tersebut, termasuk penggunaan meterai elektronik untuk dokumen digital dari Privy.

Tinggalkan Balasan