Undang-Undang no.28 tahun 2007 mendefinisikan pajak sebagai kontribusi wajib yang harus dibayarkan oleh setiap warga negara baik itu perorangan maupun badan usaha.
Perorangan atau badan usaha yang membayar pajak tidak akan secara langsung mendapatkan imbalan. Sebab, uang yang terkumpul dari pajak ini akan digunakan oleh pemerintah untuk menjalankan berbagai program yang bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat.
Pajak dibebankan atas berbagai hal, termasuk di antaranya adalah pendapatan seseorang maupun pajak untuk usaha perorangan atau bersama. Namun demikian, tidak semua pendapatan tersebut harus menjadi dasar pengenaan pajak. Berikut ini pembahasan mengenai cara menghitung pajak penghasilan baik itu untuk perorangan maupun untuk badan usaha.
Apa itu Pajak Penghasilan?
Pajak penghasilan (PPh) atau PPh pasal 21 adalah pajak yang dikenakan atas pendapatan atau penghasilan seseorang dan sebuah badan usaha. Tidak hanya gaji, PPh juga akan dikenakan pada tunjangan, honorarium dan keuntungan bisnis yang berpotensi membuat kekayaan pemilik bisnis tersebut bertambah.
Untuk wajib pajak individu, besar kecilnya PPh disesuaikan dengan jumlah tanggungan. Ini artinya, pajak yang harus dibayarkan oleh pekerja yang belum menikah tentu akan berbeda dengan pajak yang harus dibayarkan oleh keluarga dengan anak 1 atau 2.
Di sisi lain, pajak penghasilan yang harus dibayarkan oleh badan usaha tergantung dengan beberapa faktor, seperti skala usaha, jenis usaha, besaran beban yang dapat dikurangkan (deductible expense) dan beberapa faktor lainnya.
Selain PPh, wajib pajak badan juga harus membayar pajak pertambahan nilai (PPn). Oleh sebab itu, sebelum melakukan pembayaran pajak pertama kali, pastikan Anda telah mengetahui peraturan perpajakan terbaru. Hal ini khususnya mengingat bahwasanya peraturan perpajakan seringkali berubah seiring dengan kondisi perekonomian Indonesia.Â
Baca Juga: Apa itu Wajib Pajak Non Efektif dan Perbedaannya dengan Wajib Pajak Aktif
Cara Menghitung Pajak Penghasilan Pribadi
Rumus perhitungan pajak penghasilan atau PPh untuk wajib pajak orang pribadi terbilang sederhana, yaitu:
PPh Pribadi = persentase beban pajak x (Penghasilan dalam satu tahun – Penghasilan tidak kena pajak atau PTKP).
Namun, Anda harus mengetahui total penghasilan Anda dalam satu tahun termasuk penghasilan yang tidak berasal dari gaji, seperti tunjangan atau dividen. Selain itu, Anda juga harus mengetahui penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Nominal PTKP ini disesuaikan dengan jumlah anggota keluarga yang harus Anda tanggung. Berikut ini pembahasan lengkapnya.
1. Ketahui persentase beban pajak
Pajak yang dibebankan kepada masyarakat kalangan menengah ke bawah tentu akan berbeda dengan pajak yang dibebankan kepada masyarakat kalangan menengah ke atas. Berikut ini lapisan persentase beban pajak yang harus Anda ketahui:
Lapisan kena pajak | Persentase pajak |
Lebih kecil sama dengan Rp60.000.000 | 5% |
Rp60.000.000-Rp250.000.000 | 15% |
Rp250.000.000-Rp500.000.000 | 25% |
Rp500.000.000- Rp5.000.000.000 | 30% |
Di atas Rp5.000.000.000 | 35% |
Jadi misalnya, total penghasilan Anda setelah dikurangi PTKP adalah Rp60.000.000, maka besaran pajak yang harus Anda bayarkan adalah Rp5% x Rp60.000.000 atau Rp3.000.000 setiap tahun nya.
2. Ketahui komponen penghasilan dalam 1 tahun
Seperti yang telah tertulis di atas bahwasanya tidak semua penghasilan (khususnya diluar gaji) merupakan dasar penghitungan pajak. Beberapa penghasilan yang menjadi objek pajak, seperti tunjangan anak dan istri, tunjangan jabatan, uang lembur, dividen dan lain sebagainya. Adapun fasilitas seperti makanan ketika dinas, merchandise perusahaan atau natura lain tidak termasuk objek pajak. Oleh karena itu, ada baiknya Anda mengetahui komponen apa saja dalam pendapatan Anda yang termasuk ke dalam objek pajak.
3. Ketahui penghasilan tidak kena pajak (PTKP)
Status PTKP | PTKP Tahunan |
Tidak kawin dan tidak memiliki tanggungan (TK/0) | Rp54.000.000 |
Tidak kawin dan memiliki 1 tanggungan (TK/1) | Rp58.500.000 |
Tidak kawin dan memiliki 2 tanggungan (TK/2) | Rp63.000.000 |
Tidak kawin dan memiliki 3 tanggungan (TK/3) | Rp67.500.000 |
Kawin dan tidak memiliki tanggungan (K/0) | Rp58.500.000 |
Kawin dan memiliki 1 tanggungan (K/1) | Rp63.000.000 |
Kawin dan memiliki 2 tanggungan (K/2) | Rp67.500.000 |
Kawin dan memiliki 3 tanggungan (K/3) | Rp72.000.000 |
4. Masukkan ke dalam rumus
Setelah mengetahui nominal penghasilan tidak kena pajak (PTKP), maka kini Anda bisa memasukkan data-data yang Anda peroleh dari langkah pertama hingga keempat di atas ke dalam rumus PPh berikut:
PPh Pribadi = persentase beban pajak x (Penghasilan dalam satu tahun – Penghasilan tidak kena pajak atau PTKP)
Misalnya, Pak Rahman adalah seorang karyawan swasta dengan gaji Rp6.000.000 per bulan. Beliau dan istrinya dikaruniai 2 orang anak dan di luar pekerjaannya, Pak Rahman tidak memiliki pendapatan pasif apapun. Maka, beban pajak yang harus dibayarkan oleh Pak Rahman adalah sebesar:
PPh Pribadi = persentase beban pajak x ((6.000.000 x 12) -67.500.000)
= persentase beban pajak x (72.000.000 – 67.500.000)
= persentase beban pajak x 4.500.000.
Karena penghasilan kena pajak Pak Rahman masih kurang dari Rp60.000.000, maka persentase beban pajak yang harus beliau bayarkan adalah sebesar 5%, sehingga perhitungan PPh 21-nya:
PPh Pribadi = 5% x 4.500.000 =Rp225.000.Â
Baca Juga: Pengertian Pajak Usaha Perorangan dan Jumlahnya
Cara Menghitung Pajak Penghasilan BadanÂ
Rumus menghitung PPh Badan kurang lebih sama dengan rumus menghitung PPh individu. Hanya saja, kata penghasilan kena pajak (PKP) dalam PPh Badan merujuk pada total pendapatan kotor perusahaan setelah dikurangi dengan biaya-biaya tertentu atau disebut penghasilan neto. Selain itu, PPh terutang badan juga harus dikurangi dengan berbagai pajak yang telah dibayarkan sendiri sebelumnya atau dibayarkan oleh pihak ketiga. Berikut ini langkah lengkapnya:
1. Menghitung peredaran bruto
Peredaran bruto atau omzet berpengaruh terhadap besar kecilnya tarif pajak yang harus dibayarkan. Berikut ini rinciannya:
- Untuk badan usaha yang memiliki peredaran bruto kurang dari sampai 4,8 miliar rupiah, mereka berhak untuk mendapatkan tarif PPh final sebesar 0,5%. Hanya saja, potongan ini tidak berlaku selamanya. UMKM pribadi berhak mendapatkan potongan ini selama 7 tahun, sementara badan usaha lain selain PT yang omzetnya masih di bawah 4,8 miliar setahun berhak mendapatkan fasilitas ini selama 4 tahun, sementara untuk badan usaha berbentuk PT berlangsung hanya 3 tahun setelah pendaftaran. Setelah periode tersebut selesai, maka semua tipe badan usaha akan dikenai tarif pajak normal yaitu 20% (menurut peraturan terbaru pada tahun 2022).
- Untuk badan usaha yang memiliki peredaran bruto kurang dari 50 miliar, berhak mendapatkan fasilitas pengurangan PPh sebesar 50%. Hanya saja, fasilitas pengurangan pajak ini hanya berlaku untuk peredaran brutonya tidak lebih dari 4,8 miliar rupiah. Supaya lebih jelas, Anda bisa melihat di bagian contoh di bawah.
- Untuk badan usaha dengan peredaran bruto di atas 50 miliar, maka menggunakan tarif normal, yaitu 20% dari PKP.
Dalam menghitung penghasilan bruto ini, Anda juga harus ingat bahwasanya tidak semua pendapatan merupakan objek pajak, sehingga pastikan Anda memisahkan sumber pendapatan yang menjadi objek pajak dan yang tidak.
2. Mengelompokkan biaya
Sama seperti pendapatan, tidak semua biaya bisa digunakan untuk mengurangi beban pajak yang harus dibayarkan oleh perusahaan. Dalam hal ini, Anda harus membedakan biaya yang dapat dikurangkan (deductible expense) dan biaya yang tidak dapat dikurangkan (non-deductible expense).
Deductible expense adalah komponen biaya yang digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (3M). Contohnya adalah, biaya untuk pembelian lahan, biaya penyusutan, biaya pelatihan dan beasiswa karyawan dan lain sebagainya.
Adapun non-deductible expense adalah komponen biaya yang tidak dapat digunakan untuk mengurangi jumlah beban pajak yang harus dibayarkan oleh perusahaan. Menurut Pasal 9 UU PPh, contoh dari non-deductible expense antara lain, biaya yang dikeluarkan untuk pembelian natura, premi asuransi, pembagian sebagian laba menjadi dividen dan masih banyak lainnya.
3. Menghitung penghasilan kena pajak
Menghitung penghasilan kena pajak (PKP) untuk badan cukup sederhana, yaitu Anda tinggal mengurangi jumlah peredaran bruto dengan deductible expense. Misalnya, dalam 1 tahun perusahaan Anda memiliki peredaran bruto sebesar Rp100.000.000 dan deductible expense sebesar Rp50.000.000. Angka Rp50.000.000 hasil pengurangan inilah yang nantinya akan menjadi dasar penghitungan pajak.
4. Masukkan ke dalam rumus
- Untuk UMKM berdasarkan PPh Final 0,5%:
Cara menghitung pajak penghasilan badan untuk UMKM ini cukup sederhana, yaitu tinggal mengalikan angka 0,5% dengan jumlah omzet atau peredaran bruto perusahaan Anda selama satu tahun.
Misalnya, Pak Kris membuka usaha pembuatan sepatu dan tas. Selama tahun 2022, omzet beliau mencapai Rp300.000.000. Maka, beban pajak yang harus dibayarkan oleh Pak Kris adalah sebesar 0,5% x 300.000.000 atau sebesar Rp1.500.000.
- Untuk badan usaha dengan omzet lebih dari 50 miliar rupiah.
Meskipun pada dasarnya caranya sama dengan poin nomor 1, namun pada tipe usaha ini, Anda harus mencari jumlah penghasilan kena pajak (PKP) terlebih dahulu.Misalnya, PT. Arisan Cempaka 76 memiliki peredaran bruto sebesar 67,3 miliar rupiah dan biaya yang dikurangkan sebesar 43.000.000.000. Maka, penghasilan kena pajak perusahaan tersebut adalah sebesar 24,3 miliar rupiah. Dengan tarif PPh sebesar 20%, maka pajak yang harus dibayarkan oleh perusahaan tersebut adalah sebesar 4,86 juta rupiah.
- Untuk badan usaha yang mendapatkan diskon 50%.
Misalnya, peredaran bruto PT. Landung Jaya Semesta pada tahun 2022 adalah sebesar 44 miliar rupiah dan penghasilan kena pajak sebesar 7 miliar rupiah. Perusahaan ini ingin mendapatkan diskon 50%. Maka, hanya 4,8 miliar dari pendapatan bruto tersebut yang mendapatkan diskon, sementara sisanya menggunakan tarif normal.
Rumus menghitung pajak penghasilan dengan kasus seperti ini adalah:
PPh Pasal 31 E = (50% x 20% x PKP kena fasilitas pajak) + (20% x PKP tidak kena fasilitas).
PKP kena fasilitas pajak = ((4,8 miliar/44 miliar) x 7 miliar) = 763.630.000
PKP tidak kena fasilitas pajak = 7.000.000.000 – 763.630.000 = 6.236.300.000
PPh Pasal 31 E = (50% x 20% x 763.630.000) + (20% x 6.236.300.00) = 76.363.000 + 1.247.260.000 = 1.323.623.000.Â
Baca Juga: Perbedaan Pajak Langsung dan Tidak Langsung + Contohnya
Kesalahan dalam Cara Menghitung Pajak Penghasilan
Perhitungan pajak penghasilan sebenarnya tidak sulit. Namun, kesalahan dalam menerapkan metode perhitungan dapat membuatnya terlihat rumit.
Oleh karena itu, penting untuk menghindari kesalahan saat menghitung pajak penghasilan. Berikut adalah beberapa kesalahan umum yang sering terjadi dalam perhitungan pajak penghasilan.
1. Mengabaikan Biaya Jabatan
Biaya jabatan adalah biaya yang umumnya dimiliki oleh karyawan swasta/BUMN/PNS. Ini termasuk biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh, menagih, dan memelihara penghasilan.
Biaya jabatan merupakan faktor penting dalam perhitungan pajak penghasilan, dengan besaran sekitar 5% dari pendapatan bruto. Jika tidak dimasukkan, perhitungan pajak bisa menjadi tidak akurat.
2. Tidak Mengikuti Ketentuan Peraturan
Sebagai contoh, jika seorang karyawan dengan penghasilan kena pajak sebesar Rp 55.000.000, namun tarif pajak yang diterapkan hanya 10%, maka ini akan menghasilkan kesalahan perhitungan karena tidak mengikuti ketentuan yang sesuai dengan PPh Pasal 21.
3. Salah Memilih Penghasilan Tidak Kena Pajak
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah jumlah penghasilan yang tidak dikenakan pajak penghasilan. Beberapa wajib pajak mungkin masih bingung dalam memahami konsep PTKP, yang menyebabkan kesalahan dalam pemilihan jenis penghasilan yang tidak kena pajak.
PTKP dianggap sebagai kebutuhan pokok kita dalam setahun oleh pemerintah sehingga tidak ada pajak yang dikenakan. Tetapi jika terjadi kesalahan dalam mengisi atau menghitung PTKP, wajib pajak akan dikenakan PPh. Kesalahan semacam itu tentu saja menyebabkan perhitungan pajak menjadi tidak benar.
Beberapa jenis pajak PPh bisa dibayar per bulan, namun jenis lainnya tidak. Buat pembayaran dan pelaporan pajak PPh Anda jadi lebih mudah dengan tanda tangan dan meterai digital dari Privy. Dengan tanda tangan dan meterai digital dari Privy, Anda bisa melapor SPT secara online dan tinggal menempelkan tanda tangan digital saja dan mengirimnya ke kantor pajak secara online, Mudah bukan?