Pajak merupakan salah satu sumber utama pendapatan negara. Menurut data Kementerian Keuangan pada tahun 2019, pendapatan dari pembayaran pajak ini mencakup 78,9% dari pendapatan negara. Sisanya, pendapatan Indonesia ditopang dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan hibah.
Pendapatan negara ini nantinya akan digunakan untuk membiayai berbagai program pemerintah, mulai dari membayar gaji Aparatur Sipil Negara (ASN), membiayai proyek pembangunan, hingga membayar utang. Maka dari itu, tidak heran jika setiap warga negara baik itu individu maupun badan usaha wajib membayar pajak.
Setiap wajib pajak harus mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Selain untuk membayar pajak, tidak jarang dokumen ini juga menjadi prasyarat jika Anda ingin mendaftar sebagai aparatur sipil negara. Lantas, bagaimana jika sudah memiliki NPWP tapi tidak bayar pajak? Apakah akan terkena sanksi? Simak selengkapnya berikut ini:
1. Sanksi Administrasi
Secara administratif, ada tiga macam sanksi yang bisa dikenakan pada wajib pajak yang sudah memiliki NPWP tapi tidak membayar pajak, di antaranya adalah:
a. Sanksi denda
Sanksi denda dibebankan kepada wajib pajak yang tidak melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan tepat waktu. Besaran denda ini adalah sebesar Rp100.000 untuk wajib pajak pribadi dan Rp1.000.000 untuk wajib pajak badan usaha.
Sanksi tidak membayar pajak berupa denda juga bisa dibebankan kepada wajib pajak yang melakukan pelanggaran berat. Adapun untuk hal ini, menurut Undang-Undang KUP, minimal nominal denda yang dibebankan adalah 2 kali pajak terutang dan 4 kali pajak terutang atau belum atau kurang dibayar.
Sanksi denda ini akan dibebankan kepada Anda yang tidak melaporkan SPT Tahunan kecuali orang-orang tertentu, seperti Warga Negara Asing (WNA), orang yang sudah meninggal atau sudah tidak bekerja lagi. Jika Anda termasuk dari orang-orang yang masuk ke dalam pengecualian tersebut, Anda bisa datang ke kantor pajak terdekat dan mengajukan status Wajib Pajak Non Efektif.
b. Sanksi bunga
Selain sanksi denda, juga ada sanksi tidak membayar pajak bagi Anda yang memiliki pendapatan di atas PTKP dan telat lapor SPT. Sanksi bunga ini sebesar 2% dari pajak terutang setiap bulannya. Maka dari itu, semakin lama jangka waktu keterlambatan Anda membayar pajak, semakin besar pula bunga yang harus Anda bayarkan.
Misalnya, Anda memiliki pajak terutang sebesar Rp120.000 yang seharusnya dibayar pada tanggal 10 Bulan Maret, namun karena Anda lupa, anda baru membayarnya pada Bulan April. Dengan demikian, jumlah pajak yang harus Anda bayarkan adalah sebesar Rp120.000+ (2%*120.000) atau Rp124.200 dan seterusnya.
c. Sanksi kenaikan
Berbeda dengan dua jenis sanksi di atas, sanksi kenaikan pajak terutang ini dibebankan kepada individu akibat tidak membayar pajak secara sengaja dengan cara memalsukan data, misalnya dengan mencatatkan jumlah kekayaan yang lebih sedikit dibandingkan yang seharusnya.
2. Sanksi Pidana
Sanksi pidana dibebankan kepada wajib pajak yang memiliki pendapatan di atas PTKP dan melakukan pelanggaran berat, sehingga bisa merugikan negara. Ketika seseorang tidak membayar pajak maka ia telah melanggar Undang-Undang KUP.
Menurut Undang-Undang tersebut, sanksi pidana untuk wajib pajak yang melakukan pelanggaran berat ini paling lama 6 tahun penjara dan setidaknya 6 bulan penjara.
Orang yang Tidak Wajib Bayar Pajak
Dalam dunia perpajakan di Indonesia, ada individu yang tidak wajib untuk membayar pajak, sehingga tidak wajib untuk memiliki NPWP. Individu ini adalah individu yang memiliki pendapatan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Adapun menurut PMK Nomor 101/PMK.010/2016, besaran PTKP yang berlaku saat ini adalah:
- Rp54.000.000 untuk diri wajib pajak pribadi.
- Rp58,5 juta untuk wajib pajak pribadi yang sudah menikah dengan tanpa tanggungan.
- Rp112,500,000 untuk suami istri yang pendapatannya digabung dan belum memiliki tanggungan.
- Rp4,5 juta tambahan untuk setiap penambahan tanggungan sebanyak 1 orang.
Misalnya, Anda memiliki pendapatan sebesar Rp6,000,000 per bulan atau Rp72,000,000 per tahun. Anda belum menikah, tetapi memiliki tanggungan sebanyak 2 orang, yaitu 1 ibu dan 1 adik. Maka jumlah PTKP Anda adalah sebesar:
PTKP = 54.000.000 + 2* 4.500.000 = 54.000.000 + 9.000.000 = 63.000.000.
Dengan demikian, jumlah pendapatan Anda yang terkena pajak adalah sebesar 9.000.000 rupiah. Nilai ini diperoleh dari hasil pengurangan antara 72 juta dengan 63 juta rupiah. Jika besaran PPh adalah 5% dari pendapatan kena pajak per tahun, maka nominal PPh terutang Anda adalah sebesar 5% kali 9.000.000 atau 450.000 rupiah per tahun.
Hal ini juga berarti jika pendapatan tahunan Anda masih belum mencapai Rp54.000.000 setahun atau Rp4.500.000 sebulan, maka Anda belum wajib untuk membayar pajak atau memiliki NPWP.
Bagaimana Jika Sudah Terlanjur Memiliki NPWP?
Seperti yang telah disinggung di atas, bahwasanya NPWP umumnya tidak hanya digunakan untuk membayar pajak. Dokumen ini biasanya juga menjadi persyaratan untuk mendaftar kerja di sektor publik, dijadikan pertimbangan untuk mendapatkan kredit perbankan atau untuk membuat paspor. Maka dari itu, tidak heran jika banyak individu yang pendapatannya belum mencapai PTKP tapi sudah memiliki NPWP.
Jika demikian, Anda bisa mengajukan pendaftaran NPWP non efektif dan tetap melaporkan SPT Tahunan. Tapi, saat ini Anda bisa melaporkan SPT tahunan secara online, sehingga tidak perlu datang ke KJP terdekat. Caranya adalah dengan membuka situs resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP), memasukkan nomor NPWP dan password lalu mengikuti langka-langkah yang telah tersedia di website tersebut.
Membuat Surat Pemberitahuan dengan Tanda Tangan Digital
Selain memungkinkan untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan secara online, Direktorat Jenderal Pajak juga terus berinovasi untuk meningkatkan kemudahan wajib pajak dalam melakukan pembayaran sumber utama pendapatan negara ini. Salah satu diantara inovasi tersebut adalah dengan memungkinkan penggunaan tanda tangan digital untuk membuat SPT Online.
Pada pertengahan April tahun 2022 lalu, Dirjen Pajak menggandeng Privy sebagai salah satu penyedia PSrE (Penyedia Sertifikat Elektronik), memungkinkan wajib pajak badan usaha untuk membuat SPT secara bulanan menggunakan tanda tangan elektronik di fitur e-Bupot dan e-Faktur.
Bagi wajib pajak, inovasi ini mempermudah proses pelaporan SPT. Selain itu, mereka juga tidak perlu meragukan keabsahan tanda tangan. Sebab tanda tangan digital dari Privy telah tersertifikasi. Ini artinya, tanda tangan tersebut memiliki sertifikat elektronik yang bisa dideteksi oleh sistem. Dengan demikian, tanda tangan ini tidak bisa dipalsukan.
Dengan cara ini, diharapkan proses pelaporan SPT baik untuk PPh maupun PPN menjadi lebih mudah, sehingga tingkat kesadaran wajib pajak untuk mengisi sumber pemasukan negara ini juga lebih besar.