Efisiensi dan Perlindungan Data Pengguna: 2 Hal yang Harus Diperhatikan di Era Revolusi Industri 4.0

Wanita melakukan transaksi online.

Pada era ekonomi digital, perkembangan teknologi dan internet membuat transaksi perdagangan meroket secara signifikan. Dari data Badan Pusat Statistik, pada tahun 2017 kontribusi pasar digital terhadap PDB Indonesia mencapai 4% dengan nilai transaksi ecommerce yang terus meningkat dengan proyeksi 3,1%. Tahun ini, total transaksi e-commerce diperkirakan akan mencapai Rp 95,48 Triliun, menjadikan Indonesia sebagai ekosistem ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara.

Wanita melakukan transaksi online.
Besarnya kontribusi rakyat Indonesia pada pasar digital membuat Indonesia menjadi negara dengan ekosistem ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara

Kepala Biro Perencanaan Kemenkominfo Arif Saleh Lubis menambahkan jika era ekonomi digital dapat diibaratkan sebagai era Revolusi Industri 4.0 yang ditandai dengan melonjaknya pertumbuhan ekonomi dan produktivitas. Bagi industri, inovasi teknologi pada era Revolusi 4.0 memunculkan alternatif baru untuk memenuhi kebutuhan dengan cara yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.

Efisiensi, yang menjadi prinsip penting bagi keberlangsungan bisnis di era ekonomi digital, menjadi salah satu latar belakang berdirinya PrivyID. Di hadapan sekitar lima puluh tamu undangan siang itu, CEO & Founder PrivyID Marshall Pribadi menceritakan perkembangan PrivyID sebagai startup pertama dan satu-satunya penyedia tanda tangan digital di Indonesia.

Marshall mencontohkan perusahaan Bussan Auto Finance (BAF) yang memproses 20.000 dokumen setiap bulannya, dengan masing-masing dokumen mencapai 40 lembar. Biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk mencetak 800.000 lembar kertas tersebut mampu menyentuh angka Rp 1,2 Miliar per bulan. Dokumen masih harus dikirim lewat pos untuk mencapai client yang ada di seluruh Indonesia.

Dokumen yang sudah diisi dan ditandatangani oleh client dikirimkan kembali ke kantor pusat. Seluruh proses kirim mengirim membuat BAF mengeluarkan biaya hingga Rp 3,8 Miliar per bulan. Tak hanya itu, mereka juga masih harus membayar Rp 360 juta per bulan untuk menyewa ruang penyimpanan berkas agar dokumen dapat tersimpan dengan aman. Menggunakan PrivyID, BAF mampu menghemat waktu dan biaya secara lebih efisien yakni dari Rp 5,4 Miliar per bulan menjadi Rp 70 juta per bulan.

Baca juga: Empat Cara Mudah Tingkatkan Efisiensi Perusahaan

Marshall Pribadi menghadiri acara Forum Hukum Bisnis dan Teknologi
Marshall Pribadi menghadiri acara Forum Hukum Bisnis dan Teknologi bertajuk “Peluang Investasi dan Arah Kebijakan Hukum dalam Menghadapi Disrupsi Teknologi Informasi” di Hotel JS Luwansa, Selasa (7/8). Foto: dokumentasi HukumOnline.com

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara juga turut membenarkan jika efisiensi adalah penggerak ekonomi digital. “Sekarang, orang akan berpikir apa yang lebih efisien. Kalau berulang dan tidak memberikan nilai tambah dari proses, pasti akan diotomatisasikan. Semua proses yang berulang hanya menunggu waktu untuk didigitalkan,” ujarnya Rudiantara.

E-Commerce Perlu Perlindungan Data Konsumen

Pada forum tersebut, para pembicara menyepakati pentingnya keberadaan perlindungan data pribadi konsumen. Saat bisnis tumbuh dengan cepat, belum ada kerangka hukum yang menaungi ekonomi digital, yang sementara ini berpatokan pada kerangka hukum lama. Selanjutnya yang harus kita lakukan adalah harmonisasi peraturan dengan kemajuan teknologi.

Sementara itu, Kementerian Perdagangan sampai saat ini masih memproses regulasi perlindungan data konsumen dan pelaku industri e-commerce seperti yang diamanatkan dalam Perpres 74 Tahun 2017 tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik tahun 2017-2019. Regulasi tersebut akan diwujudkan dalam Peraturan Pemerintah Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (TPMSE) atau e-commerce, yang masih dalam tahap rancangan. RPP TPMSE yang tengah dikerjakan ini mengacu pada UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.

Saat era e-commerce mulai mengambil alih pergerakan ekonomi, pelakunya sudah perlu memperhatikan perlindungan data konsumen. Pembeli dan penjual dalam satu platform e-commerce, sudah saatnya saling mengetahui identitas digital masing-masing, tanpa harus mengorbankan privasi data pribadinya.

Perlindungan data pribadi konsumen inilah yang juga menjadi concern utama PrivyID. Hal ini dibuktikan dengan teknologi asymmetric cryptography yang diterapkan pada server PrivyID yang telah meraih standar internasional ISO/IEC 27001:2013. Dengan demikian, data konsumen mampu terlindungi dari kemungkinan pencurian data. “Jika ada orang yang mencoba hack data dari sistem PrivyID. Maka sistem akan otomatis menghapus semua data-data yang ada, termasuk menghapus data di master database kami,” jelas Marshall Pribadi.

Setiap pengguna yang mendaftarkan diri ke PrivyID pun harus melalui tahapan verifikasi. Calon pengguna PrivyID wajib mengisi data alamat email, nomor telepon genggam, dan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Selanjutnya, calon pengguna harus memindai Kartu Tanda Kependudukan (KTP) dan melakukan sistem pemindaian biometrik melalui fitur Selfie With Liveness Detection. Seluruh data yang diterima oleh PrivyID kemudian akan diverifkasi dengan database Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil). Dengan demikian, setiap tanda tangan digital yang terdaftar hanya valid mewakili satu NIK dan satu nomor telepon genggam.

Selain itu, tanda tangan digital PrivyID juga telah dipastikan memiliki kekuatan dan akibat hukum yang sah karena telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh UU ITE serta PP no. 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

Dengan keamanan dan efisiensi yang ditawarkan, Anda tidak perlu ragu lagi untuk menggunakan tanda tangan digital dari PrivyID. Download aplikasinya sekarang dari Google Play Store dan iOS App Store, atau kunjungi situsnya di www.privy.id

Google Play
App Store

Tinggalkan Balasan