Privy Hadir dalam Tempo Financial Literacy Forum 2022: Menakar Masa Depan Unitlink dan InsurTech di Indonesia

Privy Hadir dalam Tempo Financial Literacy Forum 2022

Privy hadir dalam Tempo Financial Literacy Forum 2022 bersama dengan Kementrian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Certified Financial Planner, dan Zurich Indonesia membahas bagaimana sektor jasa keuangan terutama bidang asuransi di masa depan dan kaitannya dengan perkembangan teknologi digital di tengah masyarakat. 

Tempo Financial Literacy Forum 

Tempo Financial Literacy Forum diadakan pada 23 Februari 2021 dengan topik ‘Menakar Masa Depan Unitlink dan Insurtech di Indonesia’ yang dihadiri oleh Marshall Pribadi selaku CEO Privy, Suminto selaku Staff Ahli Menteri Keuangan Bidang Jasa Keuangan dan Pasar Modal, Supriyono selaku Direktur Pengawasan Asuransi dan BPJS Kesehatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Vicko Hadian selaku Certified Financial Planner, dan Benny Jioe selaku Head of Digital Transformation Zurich Indonesia. Acara tersebut dimoderatori oleh Tomi Aryanto selaku Direktur TEMPO.CO. 

Berdasarkan data dari AAJI pertumbuhan lini asuransi unitlink mencapai 9% dari tahun ke tahun hingga akhir kuartal 3 tahun 2021. Namun, produk unitlink tidak bebas dari masalah. Nasabah asuransi banyak yang tertipu akibat ketidakjelasan pemasaran produk asuransi kepada calon nasabah sehingga timbul rasa tidak aman pada produk asuransi. Inovasi teknologi seperti InsurTech bisa menjadi jawaban bagi masyarakat karena dapat meningkatkan kepercayaan, menjamin keamanan, dan pengalaman baru saat onboarding nasabah. Perkembangan teknologi ini juga turut menimbulkan pertanyaan, apa saja yang ditawarkan InsurTech selain kemudahan dan bagaimana inovasi teknologi seperti identitas dan tanda tangan digital dapat meyakinkan masyarakat akan keamanan produk asuransi? 

Suminto, selaku Staff Ahli Menteri Keuangan Bidang Jasa keuangan dan Pasar Modal mengawali acara dengan fakta bahwa pandemi memaksa banyak perusahaan untuk mengadopsi teknologi digital. Indonesia sebagai masyarakat yang mulai dekat dengan teknologi, berdasarkan data e-Conomy SEA Report, ekonomi digital Indonesia mencapai USD 70 miliar di 2021 dan meningkat hingga USD 146 miliar di 2025. Hal ini diikuti dengan perkembangan fintech seperti peer-to-peer lending, transaksi digital dan InsurTech. 

Dukungan Pemerintah terhadap Keamanan Transaksi Digital  

Jasa keuangan saat ini telah memberi pengaruh positif dalam perkembangan produk-produk jasa keuangan. Hal ini didukung dengan data dari Bank Indonesia, tercatat pelonjakan nilai transaksi digital banking hingga 45% dan pelonjakan uang elektronik mencapai 49,06% atau setara 395 triliiun Rupiah. Kemudahan dari teknologi menyediakan akses lebih baik yang tidak dapat dicapai sistem konvensional. Kemudahan akses masyarakat atas produk fintech berbasis teknologi terlihat paling utama dari peer-to-peer lending dan InsurTech. Tercatat premi asuransi yang dibayar tumbuh signifikan mencapai 67,02% year-on-year (yoy) atau setara 49 triliun Rupiah. 

Pemerintah berkomitmen untuk menciptakan ekosistem yang aman bagi transaksi digital. Tercatat ada penutupan 384 platform ilegal oleh OJK sampai Februari 2022 ini. OJK sebagai regulator terus berupaya mendorong keamanan transaksi digital dan memberi literasi yang memadai kepada para konsumen layanan keuangan.  

Pembicara Privy dan Tempo.

 

Minat Masyarakat Beralih ke InsurTech 

Sektor asuransi pun terus mendorong pengembangan produk asuransi, salah satu pendekatan yang dilakukan yaitu bekerja sama dengan e-commerce. Banyak transaksi yang terjadi di e-commerce sehingga lebih mudah untuk perusahaan asuransi melakukan penetrasi dan pendekatan kepada calon nasabah. Sebagai contoh, pembelian asuransi dikaitkan dengan pembelian tiket pesawat di e-commerce sehigga bisa menawarkan asuransi yang berkaitan dengan perjalanan pesawat. Contoh lainnya adalah ketika pembelian gawai, calon nasabah akan lebih mudah untuk mengetahui manfaat perlindungan asuransi yang didapat terhadap gawai yang mereka beli. Melalui e-commerce, perusahaan asuransi juga bisa lebih mudah untuk dekat dengan kaum milenial yang lebih paham digital. 

Asuransi merupakan produk yang dibeli dengan dasar kepercayaan, pemanfaatan teknologi seperti identitas dan tanda tangan digital menjadi penting. Sarana digital juga membantu asuransi memberi literasi kepada masyarakat untuk merencanakan pengeluaran, memilih produk asuransi yang tepat, waktu yang tepat untuk investasi asuransi, bahkan sampai evaluasi produk asuransi yang telah dibeli. 

Marshall Pribadi, CEO Privy.

Identitas Digital Membantu Proses e-KYC 

Keamanan dalam transaksi digital menjadi perhatian penting masyarakat, terlebih ketika membeli produk InsurTech. Tidak bisa dipungkiri bahwa sebagian masyarakat masih memiliki kepercayaan rendah terhadap produk asuransi akibat agen-agen asuransi tidak bertanggungjawab. Ketidakpercayaan ini juga dirasakan insurtech, apakah data nasabah bisa aman ketika onboarding melalui platform digital. Keresahan masyarakat dapat dihapus berkat penyedia layanan identitas digital, salah satunya adalah Privy. Privy menyediakan layanan e-KYC (Know Your Customer) melalui verifikasi biometrik, liveness detection, bahkan API host-to-host Dukcapil sehingga menjamin keaslian dan kemudahan nasabah ketika membuka polis asuransi. Keamanan calon nasabah juga terlindungi, karena Privy telah mengantongi sertifikasi berinduk dari Kominfo, ISO270001 dari TÜV Rheinland, dan WebTrust. 

Serangkaian keamanan yang telah diterapkan Privy membatu pengamanan ketika mengajukan pinjaman secara daring, pembuatan kredit, hingga pembelian produk InsurTech. Pengamanan ini mencegah pencurian data hingga penipuan, misalnya penipuan terhadap klaim asuransi. e-KYC tersertifikasi mencegah manfaat asuransi jatuh ke tangan yang salah. 

Privy dalam Melawan Pencurian Identitas  

Salah satu cara untuk melawan pencurian identitas yang marak terjadi di era yang serba digital seperti saat ini adalah dengan penerapan identitas digital. Ada beberapa penyedia identitas digital di Indonesia, salah satunya adalah Privy.

Dalam paparannya, Marshall menyatakan per harinya Privy bisa menerima pengguna baru sekitar 35 sampai 40 ribu yang mendaftar. Namun, ada sekitar 3 sampai 5 ribu pendaftaran atau sekitar 10-15% pendaftaran yang ditolak Privy. Hal ini terjadi karena adanya ketidakcocokan data yang dicantumkan dengan data dari Dukcapil dan indikasi pemalsuan untuk mengelabui liveness detection dengan menggunakan topeng.

Tinggalkan Balasan