Menurut data dari Kominfo sebagaimana yang dinukil dalam laman Hukum Online, jumlah dokumen yang ditandatangani menggunakan tanda tangan elektronik (TTE) tersertifikasi di Indonesia mencapai 2,58 juta dokumen. Jumlah ini lantas meningkat sebesar 350 kali lipat selama pandemi covid19.
Hal ini tidak mengherankan sebab dengan pembatasan interaksi sosial selama pandemi, banyak dokumen yang beralih format menjadi dokumen digital, sehingga membutuhkan tanda tangan yang dibubuhkan secara digital juga.
Fenomena ini tidak hanya terjadi pada perusahaan atau industri, tetapi juga pada sektor publik. Hal ini khususnya mengingat bahwa pemerintah Indonesia sejak tahun 2003 berkomitmen untuk menciptakan e-government, pemerintah berbasis teknologi informasi dan komunikasi, untuk meningkatkan transparansi, dan efisiensi pelayanan publik.
Tanda tangan elektronik tersertifikasi memiliki peran penting dalam skema government ini. Apa saja peran tersebut? Simak lengkapnya berikut ini:
Pentingnya Penerapan Tanda Tangan Elektronik dalam Skema E-Government
Tanda tangan elektronik (TTE) memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan basah. Hal ini termaktub dalam Pasal 11 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik tahun 2008. Namun, sebuah TTE baru bisa mendapatkan status legal ini apabila:
- Data pembuatan TTE terkait hanya dimiliki oleh penanda tangan.
- Data proses proses pembuatan TTE hanya berada dalam kuasa penanda tangan.
Sederhananya, sebuah TTE akan dianggap valid apabila terdapat bukti kalau individu yang menandatangani dokumen tersebut memang individu atau pihak terkait (tidak dipalsukan). Oleh sebab itu, muncullah tanda tangan elektronik tersertifikasi.
Berbeda dengan TTE pada umumnya, tanda tangan jenis ini dibuat dengan melalui proses hash, sebuah proses yang dapat mengubah data-data masukan dari pengguna ke dalam bahasa yang digunakan oleh mesin. TTE yang sudah melalui proses ini hanya bisa diterima oleh pihak yang dituju oleh pembuatnya saja, Adanya proses hash ini juga membuat TTE ini memiliki sertifikat digital yang merekam setiap jejak perubahan pada dokumen tersebut mulai dari pembuatan hingga penerimaan.
Penggunaan proses hash dan adanya sertifikat digital pada TTE ini penting untuk memastikan keamanan dokumen-dokumen negara dari tindak peretasan maupun penipuan. Kalaupun kedua tindak kejahatan ini terjadi, bukti pemalsuan dokumen dapat dengan mudah diselidiki dan dijadikan bukti di pengadilan.
Penggunaan TTE pada skema e-government juga penting untuk meningkatkan efisiensi kinerja pemerintah. Dengan teknologi ini, Aparatur Sipil Negara (ASN) sebuah lembaga pemerintahan dapat menandatangani sebuah dokumen meskipun sedang tidak berada di kantor. Selain itu, mereka juga bisa menandatangani sejumlah besar dokumen dalam waktu singkat. Akibatnya, pelayanan publik terkait surat menyurat juga menjadi lebih cepat dan efisien.
Peran Tanda Tangan Elektronik dalam Skema E-Government
1. Mempermudah proses administrasi
Dengan adanya teknologi ini, seorang ASN dapat dengan lebih mudah meminta persetujuan atasannya maupun para pihak yang terkait dengan pekerjaan tersebut. ASN terkait hanya perlu mengirimkan dokumen tersebut kepada para pihak yang terlibat melalui email maupun aplikasi digital lainnya.
Di sisi lain, para pihak tersebut dapat menyetujui dokumen tersebut dengan tanpa perlu mencetak dokumen tersebut atau memiliki pulpen di tangan. Mereka juga dapat dengan mudah mengirimkan dokumen tersebut kembali kepada ASN terkait.
2. Mempercepat layanan masyarakat
Adanya teknologi tanda tangan digital tersertifikasi ini juga membuat pelayanan publik dan bisnis menjadi lebih praktis, cepat dan mudah. Dengan adanya teknologi ini, masyarakat tinggal mengunduh atau menulis dokumen yang akan ditandatangani, lalu menandatanganinya dan mengunggahnya ke website atau aplikasi e-gov.
Pada seleksi CASN tahun 2023 lalu misalnya, dokumen persyaratan seperti surat perjanjian dan surat pernyataan dapat diunduh secara langsung melalui website BKN maupun instansi pemerintahan terkait. Dengan menggunakan tanda tangan dan meterai digital, CASN terkait dapat menyetujui surat-surat tersebut dan mengunggahnya kembali ke website sscasn.go.id dengan cepat.
3. Meminimalisir pemalsuan dokumen
Pemalsuan dokumen tidak hanya bisa terjadi di perusahaan swasta, tetapi juga di lembaga pemerintahan dan BUMN. Bahkan apabila ASN terbukti memalsukan dokumen dan menguntungkan dirinya sendiri, dia bisa terkena tindak pidana korupsi (TIPIKOR).
Penggunaan tanda tangan dan sertifikat digital dalam skema e-gov dan pelayanan publik dapat mengurangi risiko hal ini terjadi. Setidaknya hal ini karena tiga hal. Pertama, sertifikat dan tanda tangan digital ini dilengkapi dengan fasilitas keamanan digital tingkat tinggi. Kedua, pembubuhan tanda tangan digital membutuhkan verifikasi identitas digital baik itu menggunakan username, password, PIN maupun data biometrik, sehingga oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab tidak bisa mengakses layanan ini kecuali memiliki izin dari pengguna terkait.
Adapun faktor yang terakhir adalah, tidak sembarangan perusahaan bisa menerbitkan TTE tersertifikasi ini. Di Indonesia, TTE tersertifikasi hanya bisa diterbitkan oleh perusahaan yang terdaftar sebagai Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PSrE) di KOMINFO.
Selain bertanggung jawab untuk menyediakan fasilitas keamanan dan teknologi terbaik, perusahaan anggota PSrE ini juga memiliki tanggung jawab untuk menjadi saksi di pengadilan ketika ada pemalsuan dokumen dan tanda tangan digital yang menggunakan aplikasi miliknya. Dengan kekuatan pembuktian sekuat ini, maka potensi pemalsuan dokumen dan tanda tangan dapat diminimalisir.
Lalu, apakah penerapan TTE tersertifikasi dalam layanan e-government tidak memiliki risiko dan tantangan? Risiko dan tantangan penerapan teknologi terbaru ini tentu saja ada. Tantangan penerapan teknologi ini adalah edukasi mengenai penggunaan teknologi ini kepada individu ASN itu sendiri maupun kepada masyarakat luas. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwasannya saat ini masih banyak orang yang menganggap kalau TTE tersertifikasi diragukan keabsahannya.
Adapun risiko pertama dan yang paling utama adalah adanya potensi peretasan meskipun potensi ini lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan TTE yang tidak tersertifikasi. Risiko yang kedua adalah adanya biaya tambahan yang timbul untuk mengakses aplikasi dari perusahaan PSrE.
Instansi pemerintah juga harus bisa mengintegrasikan aplikasi e-gov milik mereka dengan aplikasi dari perusahaan PSrE tersebut supaya layanan masyarakat yang dihadirkan bisa prima. Privy for Business menghadirkan layanan tanda tangan digital tersertifikasi yang mudah diintegrasikan dengan aplikasi e-government. Gunakan Privy for Business untuk meningkatkan pelayanan publik di lembaga Anda sekarang juga!