Di era digitalisasi, kita sering menjumpai transformasi digital untuk kegiatan administrasi dan bisnis. Hal ini tidak terkecuali terhadap peran tanda tangan digital untuk layanan kesehatan.
Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Republik Indonesia No.24 Tahun 2022, bahwa untuk keamanan dan perlindungan data Rekam Medis Elektronik (RME) tenaga kesehatan memiliki hak akses untuk penginputan, perbaikan, serta penglihatan data.
Dalam rangka membahas peran transformasi digital, khususnya peran tanda tangan digital di dalam layanan kesehatan, Privy bergabung di dalam webinar yang diselenggarakan oleh Lembaga Akreditasi Fasilitas Kesehatan Primer (LAFKESPRI).
Webinar tersebut bertajuk Legalitas Tanda Tangan Elektronik (TTE) di Industri Kesehatan dan diselenggarakan pada hari Selasa, 11 Oktober 2022 oleh LAFKESPRI bersama Averin dan Privy.
Acara tersebut turut menghadirkan pembicara lain di antaranya, Martha Asima Bunga Sari Simbolon selaku Koordinator Tata Kelola Sertifikasi Elektronik Kementerian Komunikasi dan Informatika, Haidar Istiqlal selaku Ketua Tim Informasi dan Humas Ditjen Pelayanan Kesehatan, dr. Misbahul Munir selaku Ketua Manajemen Akreditasi LAFKESPRI, Muawan Asyir, S.Kom selaku Dewan Pakar LAFKESPRI, dan dibuka oleh drg. Moeryono Aladin, SIP, SH, MH. selaku Ketua Dewan Pembina LAFKESPRI.
Hadir sebagai salah satu pembicara adalah CEO Privy, Marshall Pribadi, yang menjelaskan peran tanda tangan digital untuk layanan kesehatan yang lebih maksimal.
Berikut adalah ulasannya.
Digitalisasi Administrasi di Industri Kesehatan
Sebagai penerapan hak akses tenaga faskes, penginputan, perbaikan serta penglihatan data meliputi beberapa kegiatan yang berhubungan dengan data-data pasien.
Penginputan adalah kegiatan pengisian data administratif dan klinis pasien, termasuk Perekam Medis dan Informasi Kesehatan sesuai dengan kewenangan bidang tenaga faskes masing-masing.
Data yang telah terisi juga dapat mengalami perbaikan kembali apabila terjadi kesalahan dengan batas waktu paling lama 2×24 jam sejak data tersebut diinput.
Sementara itu, penglihatan data merupakan kegiatan internal tenaga faskes untuk mendapatkan informasi terkait di dalam RME untuk keperluan layanan atau administrasi.
Hak-hak akses tersebut berkaitan erat dengan keamanan data pribadi yang dipercayakan pasien kepada pihak faskes.
Demi memudahkan proses administrasi dan menjaga keamanan data pengguna di saat yang bersamaan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memberikan solusi berbentuk sertifikat elektronik yang dapat diajukan melalui web Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kemenkes.
Salah satu pembicara webinar, Haidar Istiqlal, Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan dari Kemenkes menjelaskan alur pengajuan sertifikat serta tanda tangan digital yang meliputi kerjasama dengan Balai Sertifikat Elektronik (BSrE).
Credit: Haidar Istiqlal, Kemenkes
Namun, alur pengajuan tersebut bukanlah tanpa proses yang terperinci dan melalui langkah yang panjang.
Disinilah peran media penyedia tanda tangan digital tersertifikat yang otomatis dapat membantu pengalaman pelanggan layanan kesehatan secara lebih optimal.
“Tanda tangan elektronik memiliki dua fungsi, yaitu untuk memastikan penandatangan tidak dapat menyangkal telah menandatangani serta memastikan bahwa segala perubahan isi dokumen setelah ditandatangani dapat diketahui. Bukan hanya sekadar bisa langsung tanda tangan, bahkan proses pendaftaran sebagai pasien juga jauh lebih efisien. Sekarang sertifikat elektronik juga sedang didorong oleh Kominfo untuk menjadi identitas digital.”
– Marshall Pribadi, CEO & Founder Privy
Tantangan Administrasi yang Dihadapi Industri Kesehatan
Mengikuti transformasi digital, kegiatan industri kesehatan bertransisi dari konvensional seperti membutuhkan dokumen fisik serta tanda tangan basah ke penggunaan dokumen dan tanda tangan elektronik.
Data-data penting seperti RME dan kelengkapan data diri tersimpan di dalam sistem. Tetapi, hal tersebut tentunya tidak tersimpan di dalam sistem tanpa diberikan oleh pihak pasien secara manual, yaitu dengan mengisi formulir dan memberikan salinan data aslinya.
Selain itu, penyimpanan data-data ini juga tidak luput dari pengulangan pengisian apabila pasien pergi ke fasilitas kesehatan lainnya.
Dalam webinar LAFKESPRI, CEO Privy, Marshall Pribadi menjelaskan pengalamannya ketika harus pergi ke dokter spesialis di luar kota. Dengan kondisi tubuh yang kurang baik, pihak rumah sakit tetap mengharuskan Marshall untuk mengisi informasi dan data diri.
Mengingat pengalamannya kembali, muncul sebuah pertanyaan dalam diri Marshall.
“Mengapa tidak ada platform yang bisa menjamin pengisian [data dan informasi] hanya sekali dan juga [untuk pihak rumah sakit] untuk memeriksa hanya sekali?” Ungkap Marshall.
Selain proses panjang, tantangan administrasi layanan kesehatan lainnya adalah jenis tanda tangan elektronik yang belum terverifikasi.
Sesuai peraturan pemerintah (PP) No. 71 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, tanda tangan elektronik yang tidak terverifikasi adalah tanda tangan yang dibuat tanpa menggunakan jasa Penyelenggara Sertifikat Elektronik (PSrE).
Oleh karena itu, ketika layanan kesehatan belum menggunakan jenis tanda tangan elektronik yang belum terverifikasi, maka keabsahannya tidak bisa menghadapi hukum yang berlaku.
Peran Tanda Tangan Digital untuk Layanan Kesehatan
Sesuai UU No.11 Tahun 2008, meskipun hanya berupa suatu kode, tanda tangan elektronik memiliki kedudukan yang sama dengan tanda tangan manual pada umumnya yang memiliki kekuatan dan akibat hukum.
Tanda tangan elektronik memiliki dua fungsi, yaitu untuk memastikan penandatangan tidak dapat menyangkal telah menandatangani serta memastikan bahwa segala perubahan isi dokumen setelah ditandatangani dapat diketahui.
Berbeda dengan tanda tangan basah, tanda tangan elektronik yang tidak terverifikasi sulit menjamin keabsahan, karena sifatnya rentan diubah dan dihapus, sehingga mudah disangkal oleh penandatangan.
Begitu pula dengan isi dokumen yang tidak memiliki TTE terverifikasi. Dokumen fisik akan memperlihatkan perubahan, hal yang sama tidak berlaku untuk dokumen digital, yang bisa diubah melalui perangkat lunak seperti Adobe Photoshop.
Kegiatan bisnis layanan kesehatan membutuhkan jaminan keabsahan yang tinggi karena sifatnya yang bersinggungan dengan kebaikan dan keselamatan pasien, serta biaya yang relatif tinggi.
Disinilah peran tanda tangan digital, terutama yang terverifikasi, akan sangat penting untuk kelangsungan layanan industri kesehatan.
Privy Sebagai Solusi Tanda Tangan Digital
Marshall mengungkapkan bahwa hingga saat ini metode verifikasi tanda tangan digital masih bergantung dengan pengeluaran sertifikat elektronik yang bisa dipenuhi oleh PSrE, dalam situasi ini, Privy adalah salah satunya.
Untuk mendukung jaminan keamanan tanda tangan elektronik, Privy memiliki teknologi terdepan seperti liveness detection.
Teknologi ini memastikan bahwa orang yang ada di depan kamera memang betul figur individual, bukan hanya screenshot atau foto orang lain yang kemudian ditempel di kamera.
Data-data yang terkirim oleh pengguna Privy juga akan diverifikasi hingga biometriknya ke database Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian dalam Negeri Republik Indonesia (Ditjen Dukcapil Kemendagri) untuk kemudian dicocokkan, sehingga menjamin nirsangkal.
Tidak hanya keabsahan tanda tangan digital, Privy juga menjamin keabsahan dokumen dengan teknologi algoritma hash value serta private dan public key yang akan diberikan kepada pengguna.
Cara kerja hash value adalah menjaga isi dokumen dengan cipher text yang akan ikut berubah ketika ada perubahan yang terjadi di dalam isi dokumen, menjamin keamanan dokumen secara lebih terperinci.
Privy mampu membantu kegiatan administrasi layanan kesehatan dengan menggabungkan proses check in yang cepat dan mudah tanpa pengisian formulir berulang, serta jaminan keabsahan tanda tangan dan dokumen elektronik.
“Ketika sistem di fasilitas kesehatan telah mengakui penggunaan identitas & tanda tangan digital, pasien tidak perlu lagi memberikan KTP, nomor HP, hingga selfie untuk mendaftar ulang,” jelas Marshall.
Sebagai penutup, Marshall menjelaskan pasien cukup menggunakan aplikasi Privy untuk memindai QR code, menyetujui pembagian data mereka ke faskes, serta otomatis mendaftarkan mereka.