Verifikasi individu merupakan salah satu proses yang paling penting untuk dilakukan sebelum pelanggan atau pengunjung ingin menggunakan sebuah layanan. Verifikasi individu dapat dilakukan dengan identitas digital.
Identitas digital sejatinya merupakan bentuk digital dari identitas fisik yang dapat membuka kesempatan individu untuk mengakses dan memperoleh layanan online.
Dulu proses verifikasi menggunakan dokumen fisik seperti kartu identitas dan passport mungkin sudah cukup, namun di zaman dengan kemajuan teknologi yang pesat seperti saat ini, dokumen fisik mudah untuk dipalsukan. Hal ini menjadi salah satu celah keamanan yang mengkhawatirkan.
Oleh karenanya, penggunaan identitas digital untuk verifikasi individu dapat menjadi salah satu solusi untuk mengurangi dan mencegah risiko kejahatan atau tindak kriminalitas yang terjadi baik pada individu serta pelaku bisnis. Lalu, apa sebenarnya verifikasi individu?
Apa yang Dimaksud dengan Verifikasi Individu?
Sebelum menggunakan sebuah layanan ataupun berkunjung ke tempat yang memiliki tingkat keamanan tinggi seperti gedung pemerintahan, Anda diwajibkan melakukan proses verifikasi identitas.
Verifikasi identitas merupakan serangkaian proses untuk memastikan bahwa orang tersebut sesuai dengan informasi identitas yang diberikannya. Dilansir dari situs OneSpan, verifikasi identitas juga berperan dalam upaya Know Your Customer (KYC).
Verifikasi individu merupakan proses pembuktian kebenaran identitas menggunakan ciri khas dari seorang yang terlekat di dalam identitas digital. Verifikasi individu penting karena terdapat banyak aksi kejahatan dengan manipulasi data, salah satunya adalah data pribadi seperti identitas.
Di bawah ini merupakan ilustrasi skema cara verifikasi identitas di Privy.
Hubungan antara Verifikasi Individu dan Kriminalitas
Biasanya ketika akan memasuki sebuah tempat yang memerlukan verifikasi identitas tinggi seperti bandara, gedung pemerintah, gedung perkantoran, dan lain sebagainya, Anda diharuskan meninggalkan KTP atau dokumen identitas lain.
Hal ini dilakukan untuk membantu pihak gedung memverifikasi siapa diri Anda melalui identitas fisik yang Anda berikan, sehingga dapat ditentukan bahwa Anda memang benar pemilik identitas tersebut.
Namun, dilansir dari Thales dokumen seperti KTP atau surat keterangan lainnya ternyata masih rentan akan pemalsuan data. Berdasarkan kajian Sumsub.com, ada 10 dokumen identitas yang paling sering dipalsukan pada 2021 silam.
Berdasarkan data di atas, SIM di Nigeria menjadi yang paling sering dipalsukan dan kartu identitas di Bangladesh menduduki peringkat kedua. Pemalsuan dokumen di negara-negara ini terjadi karena lemahnya tingkat keamanan pada kartu identitas nasional di negara tersebut. Kurangnya fitur keamanan seperti hologram, tanda dalam kertas (watermark), serta stempel menjadi salah satu faktor mudahnya pelaku untuk memalsukan dokumen tersebut.
Jika tidak ada proses verifikasi individu yang terintegrasi, para pelaku kejahatan pemalsuan dokumen identitas akan mudah lolos dari pengecekan di mana pun mereka berada. Kita mungkin tidak memiliki alat yang dapat mendeteksi niat jahat para pelaku, yang tersedia dan bisa kita gunakan adalah teknologi seperti identitas digital yang bisa membantu mencegah terjadinya tindak kejahatan pemalsuan dokumen identitas.
Kasus Kriminal Karena Tidak Adanya Verifikasi Individu yang Terintegrasi
Dilansir dari University of Texas, pelaku kriminal seperti teroris sangat bergantung pada passport palsu atau curian serta bentuk identifikasi lainnya yang bisa diperoleh melalui pemalsuan. Berikut merupakan beberapa contoh kasus kriminal karena tidak adanya verifikasi individu yang terintegrasi:
1. Human Trafficking
Perdagangan manusia (human trafficiking) merupakan bentuk dari perbudakan modern yang melanggar hak asasi manusia. Tindak kejahatan seperti ini menjadi salah satu contoh kasus kriminal yang dapat terjadi karena minimnya verifikasi individu. Industri perhotelan menjadi yang paling rentan akan ancaman kriminalitas ini.
Dilansir dari situs EHL Insights, hotel menjadi sangat rentan terhadap perdagangan manusia karena identifikasi tamu bukan menjadi hal yang wajib, serta privasi dan anonimitas tamu yang diberikan hotel mencegah para staff hotel untuk dapat mengetahui identitas tamu mereka yang sebenarnya.
Meskipun para pengusaha hotel mewajibkan para pekerjanya mendapatkan pelatihan akan tanda-tanda dari tindak kriminalitas ini, pengadopsian teknologi seperti contactless check-in dengan menggunakan identitas digital juga dapat membantu mencegah terjadinya aksi kriminal tersebut.
Contactless check-in merupakan proses check-in yang dapat dilakukan oleh pengunjung melalui perangkat pribadi mereka seperti smartphone.
Contactless check-in dapat mempersingkat proses identifikasi pengunjung mulai dari saat tiba sampai pemberian kunci kamar. Pengunjung tidak perlu lagi mengkonfirmasi ulang identitas mereka karena semua informasi terkait identitas tersebut sudah disematkan pada identitas digital di dalam contactless check-in.
2. Terorisme
Kasus penyerangan Mumbai pada tahun 2008 lalu masih menyisakan duka hingga hari ini. Lebih dari 100 orang menjadi korban dari serangan teroris yang terkoordinasi tersebut. Serangan penembakan, peledakan, dan penyanderaan terjadi di stasiun kereta api CST, dua hotel bintang lima, sebuah restoran yang terkenal di kalangan turis serta rumah sakit hingga kantor polisi.
Serangan teroris yang tersusun dengan rapih tersebut berlangsung selama empat hari berturut-turut dan melumpuhkan kota Mumbai. Dilansir dari The Indian Express, para teroris menggunakan identitas palsu dengan nama lokal India untuk melancarkan aksinya.
3. Pencurian Barang Melalui Kurir/Ojek Daring
Maraknya kasus pencurian barang yang dibeli secara online oleh oknum kurir ekspedisi ataupun melalui ojek daring membuat banyak orang menjadi semakin cemas. Dilansir dari Bisnis Indonesia, permasalahan yang terjadi pada belanja online di Indonesia, merujuk pada keluhan konsumen yang paling utama sebesar 56%, adalah barang pesanan yang tidak kunjung sampai ke tempat konsumen.
Seperti yang terjadi pada November 2021 lalu di mana pelanggan mengalami kerugian sebesar 67 juta Rupiah karena laptop yang dipesannya tak kunjung sampai. Meskipun uang telah dikembalikan secara penuh kepada pelanggan, citra dan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan jadi menurun.
Masalah ini dapat dicegah atau dihindari dengan adanya penerapan verifikasi individu melalui identitas digital yang terintegrasi dengan lembaga pemerintah pemegang wewenang akan pencatatan identitas penduduk di negara seperti Dukcapil (Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil).
Penerapan verifikasi individu melalui identitas digital dapat mencegah ancaman kriminalitas yang dapat terjadi pada suatu layanan atau bahkan sektor publik dan swasta. Dengan adanya verifikasi individu yang terintegrasi, kepercayaan konsumen akan terbangun dan tentunya akan menciptakan ekosistem yang lebih aman.
Mengapa verifikasi individu harus melalui identitas digital? Karena identitas digital yang tervalidasi hanya dapat dikeluarkan oleh lembaga yang sah, seperti Penyelenggara Sertifikat Elektronik (PSrE). PSrE seperti Privy memastikan validitas individu dengan memeriksa kesamaan data KTP dan biometrik individu pada pangkalan data Ditjen Dukcapil. Dengan ini, tindak kriminalitas yang terjadi seperti pemalsuan dokumen untuk melancarkan aksi kejahatan dapat dihindari.