Pendidikan tinggi kini tengah memasuki masa transisi, terutama dalam aspek penyampaian materi. Saat ini, terlebih sejak pandemi Covid-19 mewabah, semakin banyak universitas dan institusi yang menawarkan kelas online atau cyber campus. Oleh karena itu, peran identitas digital bagi pendidikan tinggi menjadi semakin signifikan.
Dalam aplikasinya, digitalisasi turut mendukung peran tersebut.
Namun, solusi ini kemudian menimbulkan pertanyaan baru. Bagaimana pendidikan tinggi dapat “menyesuaikan diri” dengan dunia digital? Menurut laman Educause, setidaknya ada tiga aspek yang harus diperhatikan, yaitu otomatisasi, keamanan, serta interoperabilitas.
Ketiga aspek tersebut akan berjalan lancar jika universitas maupun institusi penyelenggara pendidikan tinggi memahami dan menerapkan identitas digital. Seperti apa peran identitas digital dalam pendidikan tinggi?
Mendukung Otomatisasi dari Hulu ke Hilir
Digitalisasi tidak dapat dipisahkan dengan otomatisasi. Sayangnya, menerapkan otomatisasi pada institusi pendidikan tinggi bukanlah hal mudah. Sering kali, ekosistem pendidikan tinggi memiliki tipe pengguna yang sangat beragam dan semuanya butuh proses orientasi yang berbeda-beda.
Ada yang membutuhkan akses, tapi mereka tidak atau belum bergabung dengan universitas. Katakanlah ada siswa SMA yang akan menggunakan layanan bahasa kampus untuk tes TOEFL sebagai syarat pendaftaran. Ada juga individu tertentu yang bisa mewakili beberapa tipe pengguna sekaligus dalam satu waktu. Misalnya, mahasiswa program pascasarjana Fakultas Kedokteran yang juga menjadi praktisi di layanan kesehatan kampus.
Dengan adanya identitas digital, otomatisasi dapat dilakukan dengan lebih sederhana. Sebab, satu individu bisa memiliki rangkaian identitas yang saling terkait dan bukan sekadar kumpulan akun saja. Hal ini juga akan meminimalkan risiko munculnya akun ganda dengan identitas sama yang bisa menyulitkan prosedur administrasi kampus.
Baca Juga: Apa Manfaat Identitas Digital di Sektor Kesehatan?
Meminimalkan Ancaman Kejahatan Siber
Sebuah studi dari Sophos menemukan bahwa sektor pendidikan adalah industri yang paling rentan terhadap serangan ransomware. Pada 2021 sendiri, total biaya rata-rata yang dibutuhkan untuk memperbaiki serangan ransomware adalah 2,73 juta USD.
Dalam masalah keamanan siber, identitas adalah segalanya. Identitas adalah bagian terpenting dalam rangkaian program keamanan. Namun, di waktu yang sama, identitas juga menjadi celah masuknya serangan kejahatan siber.
Identitas digital dapat membantu institusi pendidikan tinggi mencapai praktik keamanan terbaik. Inovasi digital tersebut dapat disimpan di platform cloud. Ini jauh lebih aman daripada harus mengingat-ingat identitas cetak. Selain itu, kampus juga bisa langsung menerima laporan jika terdapat serangan keamanan siber.
Manajemen Identitas yang Lebih Konsisten
Seperti yang telah disebutkan, tiap elemen yang ada di institusi pendidikan tinggi begitu unik. Selalu ada kemungkinan mereka berafiliasi dengan institusi atau lembaga lain. Misalnya, seorang mahasiswa program doktoral di kampus A, ternyata juga merupakan dosen di institusi B. Ada juga dosen di kampus C yang menjadi politisi.
Identitas konvensional akan membuat mereka punya bermacam-macam identitas yang saling tumpang-tindih. Namun, identitas digital memiliki konsep distributes identity management (DIDM). Dalam DIDM ini, terdapat suatu titik terpusat yang menyusun serta melakukan kontekstualisasi terhadap identitas digital dari berbagai institusi. Titik tersebut bertugas memastikan bahwa seluruh pengguna yang ada memiliki satu identitas universal.
DIDM bekerja secara konsisten baik dalam pendekatan terpusat (top-down) maupun lokal (bottom-up) bagi tiap institusi yang memiliki data dari para individu tersebut. Dengan begitu, institusi penyelenggara pendidikan tinggi dapat memastikan konsistensi otomatisasi, keamanan, sekaligus tata kelola identitas.
Dunia kini tengah memasuki era digitalisasi. Berbagai sektor kehidupan pun telah mengalami perubahan, termasuk di sektor pendidikan tinggi. Inovasi digital menyebabkan pendidikan tinggi harus berubah, terutama dalam aspek penyampaian materi.
Penyampaian materi dengan metode tradisional di kelas dianggap sudah kurang relevan dan tak lagi efisien. Penerapan teknologi digital adalah solusinya. Walau begitu, transisi tersebut muncul dengan beberapa tantangan seperti otomatisasi yang belum menyeluruh, hingga tata kelola administrasi yang masih sangat kompleks.
Penerapan identitas digital diharapkan dapat mengatasi tantangan dan hambatan tersebut. Misalnya, menggunakan tanda tangan digital untuk keperluan absensi. Cara ini akan memudahkan bagian administrasi kampus melacak kehadiran mahasiswa. Keamanannya pun terjamin karena tanda tangan digital telah terverifikasi. Tertarik untuk mulai menerapkannya? Anda bisa coba tanda tangan digital dari Privy. Kunjungi www.privy.id untuk informasi lebih lanjut.