Industri jasa memiliki potensi ekspor yang sangat besar bagi perekonomian Indonesia. Pasalnya, data Bank Indonesia menunjukkan bahwa sektor jasa berkontribusi sebesar 43,63% pada produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2017. Kontribusi sektor jasa kemudian meningkat menjadi 59% di tahun 2018. Dibandingkan dengan sektor pertanian dan manufaktur, sektor jasa mengalami pertumbuhan tertinggi.
Direktur Kerja Sama Pengembangan Ekspor Kementerian Perdagangan (Kemendag) Marolop Nainggolan mengatakan bahwa tren pertumbuhan sektor jasa perlu diiringi dengan kebijakan yang mampu mengakomodasi ekspor industri jasa. Meski saat ini ekspor jasa masih didominasi oleh industri pariwisata, Marolop mengatakan bahwa sektor jasa di industri digital juga memiliki potensi kontribusi yang luar biasa bagi neraca eskpor negara.
“Sektor jasa yang menjadi prioritas pemerintah adalah sektor jasa yang didorong inovasi dan teknologi serta berorientasi pada industri 4.0”, jelasnya. Namun, beliau mengakui bahwa pemerintah masih mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi sektor jasa digital.
Tantangan dalam mengekspor jasa digital juga kerap dialami oleh pelaku industri. Marshall Pribadi, CEO startup penyedia tanda tangan digital PrivyID, mengungkapkan bahwa meski perusahaan miliknya sudah berkelas internasional, proses ekspansi ke luar negeri masih terhambat beberapa hal.
“Secara teknologi, jasa digital yang ditawarkan PrivyID memiliki kualitas yang sama atau bahkan lebih baik dari kompetitor asal luar negeri”, ujar pria yang awal tahun ini meresmikan pusat riset baru bernama Privy Quarter di Jalan Imogiri Barat. Namun, keterbatasan modal dan jaringan bisnis merupakan tantangan yang perlu ia selesaikan untuk berekspansi ke luar negeri.
Marshall menambahkan bahwa masalah ini tidak hanya dialami olehnya. “Survei Asosiasi Digital Kreatif (ADITIF) di Yogya pada tahun 2017 membocorkan bahwa 35% responden sama-sama merasa terganjal di pemodalan dan jaringan bisnis”, jelasnya.
Untungnya, PrivyID mendapat kesempatan untuk menjawab permasalahan tersebut melalui kerja sama dengan Kemendag. Saat ini, Kemendag dan PrivyID sedang berinergi mempersiapkan proses ekpansi jasa tanda tangan digital PrivyID ke Australia.
“Kami akan mengawal penetrasi ekspor PrivyID ke Australia,” imbuh Marolop. Lebih lanjut, ia mengungkapkan keinginannya untuk mereplikasi sinergi ini pada startup-startup lokal lainnya.
Tingkatkan Sinergi dengan Diskusi
Untuk mengawali langkah tersebut, Kemendag dan PrivyID menggelar acara diskusi bersama 57 pelaku bisnis jasa digital asal Yogyakarta. Acara yang diselenggarakan di Privy Quarter, Kamis (16/5) ini diadakan dengan tujuan meningkatkan sinergi antara pemerintah dan pelaku usaha jasa digital.
“Kemendag akan berbagi informasi mengenai bantuan dan bimbingan apa saja yang dapat pemerintah berikan untuk menciptakan peluang ekspor bagi pelaku jasa digital”, jelas Marolop yang menjadi salah satu narasumber diskusi.
Program diskusi ini dinilai penting sebagai upaya dini mendorong pengembangan sektor jasa digital. Tujuan penyelenggaraan acara juga sejalan dengan strategi reformasi struktural Bank Indonesia yang menargetkan pertumbuhan ekonomi digital yang berkelanjutan.
“Harapannya, temuan hasil diskusi dapat membantu pelaku bisnis jasa digital dalam memaksimalkan potensi ekspornya di masa mendatang”, ungkap Marolop lebih lanjut.
Selain pejabat Kemendag, acara diskusi ini juga melibatkan; Marshall Pribadi, CEO PrivyID yang sedang mempersiapkan proses ekspansi ke Australia; CTO Qiscus, Evan
Purnama, lulusan NTU yang telah berhasil mengekspor jasa digitalnya ke Singapura dan Malaysia; serta Indra Haryadi, Chief of External Affairs ADITIF, sosok yang dikenal sebagai inisiator komunitas startup di Yogyakarta.