Sebelum memahami apa itu cyber notary, sebaiknya Anda memahami siapa itu notaris. Menurut Undang-Undang, notaris adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta otentik dan beberapa kewenangan lainnya. Akta otentik sendiri adalah dokumen atau surat yang dibuat sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku dan disaksikan oleh pejabat umum, notaris adalah salah satu jenis pejabat umum tersebut.
Dalam praktiknya, surat otentik yang harus dibuat dihadapan notaris ini ada banyak jenisnya, seperti Akta Jual Beli Tanah (AJB), akta perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) sebuah Perseroan Terbatas (PT), sertifikat hak milik dan berbagai dokumen bisnis lainnya.
Di Indonesia, notaris harus datang dan menyaksikan sendiri proses pembuatan surat-surat tersebut. Tidak hanya itu, dokumen-dokumen tersebut juga harus ditandatangani secara langsung oleh para pihak, saksi dan notaris itu sendiri. Hal ini karena di sistem hukum di Indonesia menganut sistem civil law, dimana akta otentik menjadi bahan pembuktian yang sempurna dan kebenaran fakta-fakta yang ada di dalamnya tidak dapat diganggu gugat.
Masalah muncul, ketika perkembangan teknologi memungkinkan pembuatan dokumen bisnis dilakukan secara elektronik atau digital dan bukan face to face lagi sebagaimana cara konvensional. Menanggapi tantangan ini, beberapa negara di dunia, seperti Jepang dan negara-negara Eropa kini menerapkan konsep yang disebut dengan cyber notary.
Pengertian Cyber Notary
Cyber notary adalah konsep penggunaan teknologi informasi dan komunikasi oleh notaris untuk mempermudah mereka dalam menjalankan tugasnya. Hal ini termasuk mensertifikasi transaksi bisnis yang dilakukan secara digital, mengikuti Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) secara online dan lain sebagainya. Selain cyber notary, istilah lain yang biasa digunakan untuk hal ini adalah e-notary.
Istilah e-notary sendiri pertama kali muncul pada tahun 1989 ketika diperkenalkan oleh delegasi Perancis dalam sebuah workshop di Brussel Belgia. Konsep ini kemudian diadaptasi di Amerika Serikat pada tahun 1993 dengan nama Cyber Notary oleh Information Security Committee of the American Bar Association. Dalam konsep awal ini, seorang notaris diberikan kewenangan untuk mensertifikasi dokumen-dokumen yang dibuat secara elektronik.Â
Di Indonesia sendiri, konsep ini sudah diperkenalkan sejak tahun 2014 seiring dengan terbitnya Undang-Undang No. 02 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Namun, penerapan konsep ini di negeri ini boleh dibilang masih sangat terbatas dan menimbulkan perbedaan.
Perbedaan Notaris Konvensional dan Cyber Notary
Perbedaan utama antara notaris konvensional dan cyber notary adalah proses mereka dalam menjalankan tugas, khususnya dalam hal legalisasi dan pembuatan akta otentik. Dalam hal ini, notaris konvensional dan para pihak yang menjadi kliennya harus datang dan menandatangani dokumen terkait secara langsung.
Di sisi lain dalam cyber notary, seorang notaris bisa menyaksikan proses pembuatan akta maupun dokumen legal secara online melalui telekonferensi dan menandatanganinya secara online juga. Di beberapa negara, hal ini diterapkan dengan cara klien mendatangi notaris terdekat dari perusahaannya, dan notaris tersebut akan memfasilitasi proses pembuatan akta dengan notaris yang tinggal di dekat para pihak lainnya dengan cara menyediakan fasilitas online yang dibutuhkan. Dengan demikian, meskipun para pihak tinggal berjauhan, mereka bisa membuat dokumen legal secara langsung melalui teknologi digital.
Manfaat Cyber Notary
Manfaat utama cyber notary adalah membuat notaris lebih mudah dalam menjalankan tugasnya di Indonesia. Hal ini dalam artian baik notaris maupun para pihak yang berkepentingan tidak perlu datang langsung untuk menandatangani sebuah akta atau untuk menghadiri sebuah acara yang membutuhkan kehadiran notaris.
Dalam Rapat Umum Pemegang Saham, misalnya. Kini, RUPS sebuah perusahaan perseroan terbatas sudah bisa dilakukan secara online, baik itu melalui zoom atau aplikasi lainnya. Dengan RUPS online ini, baik notaris yang bersangkutan, top management perusahaan tersebut maupun investor dari dalam dan luar negeri bisa mengikuti RUPS dengan tanpa perlu hadir ke lokasi rapat secara langsung.
Hal ini tentu akan mempermudah tugas notaris tersebut, khususnya apabila ada salah satu dari para pihak yang tinggal di luar negeri. Dengan demikian, pembuatan berbagai dokumen dan kontrak bisnis bisa menjadi lebih cepat dan mudah.
Tantangan Penerapan Cyber Notary di Indonesia
Tantangan utama penerapan cyber notary di Indonesia adalah belum adanya Undang-Undang yang secara khusus dan detail membahas mengenai penggunaan teknologi di sistem kenotariatan ini. Selain itu, Pasal 44 ayat (2) UUJN juga menyebutkan secara tegas bahwa dalam proses pembuatan akta di notaris, para pihak harus menghadap langsung. Kalaupun tidak bisa hadir secara langsung, harus diwakilkan dan menyebutkan alasannya.
Tidak hanya itu, banyak pihak yang juga masih meragukan keabsahan tanda tangan digital. Dengan tantangan ini, maka tidak heran jika banyak notaris di Indonesia yang masih enggan menggunakan teknologi ini.
Padahal menurut Peneliti Bidang Hukum pada Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Luthvy Fabryka Nola, hukum Belanda yang notabene banyak diadaptasi ke dalam hukum Indonesia sudah menerapkan cyber notary ini.
Lebih lanjut, sistem hukum di Belanda menerapkan cyber notary ini dengan cara menitipkan tanda tangan untuk penandatanganan dokumen hukum ini kepada trusted third party. Trusted third party ini sendiri adalah lembaga independen yang bertugas untuk menyimpan data dan tanda tangan digital dan memastikan keaslian dokumen dengan metode kriptografi. Metode kriptografi sendiri adalah metode pengamanan data-data digital dengan cara mengubah data tersebut menjadi bahasa pemrograman yang susah dipahami manusia (enkripsi).
Keabsahan Dokumen dalam Cyber Notary
Ini artinya, notaris di Indonesia tidak perlu lagi meragukan keabsahan dokumen dalam menerapkan cyber notary. Sebab saat ini, Indonesia sudah memiliki trusted third party yang mampu menyimpan dan memastikan keaslian data dan dokumen legal dengan metode kriptografi. Trusted third party ini adalah perusahaan penyedia layanan tanda tangan digital tersertifikasi yang telah terdaftar di KOMINFO sebagai Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PSrE), seperti Privy.Â
Privy menggunakan teknologi kriptografi untuk mengamankan data tanda tangan dan dokumen pengguna. Dalam hal ini, dokumen yang telah ditandatangani akan diubah menjadi bahasa pemrograman yang susah dipahami oleh manusia. Tujuannya adalah, dokumen dan tanda tangan tersebut tidak dapat diubah kecuali oleh pemiliknya, baik itu oleh peretas maupun pelaku tindak kejahatan lainnya.
Didukung dengan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Peraturan Pemerintah PSTE No 71 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik dan Peraturan Menteri Kominfo No 11 Tahun 2022 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik, dokumen yang ditandatangani menggunakan tanda tangan digital khusus ini telah diakui keabsahannya oleh Pemerintah Indonesia maupun institusi internasional.
Masih ragu untuk menjadikan kantor kenotariatan Anda sebagai salah satu kantor kenotariatan cyber pertama di Indonesia? Tidak perlu pusing. Segera hubungi tim pemasaran Privy untuk mengetahui bahwa tanda tangan digital kini sepenuhnya legal di Indonesia.