Salah satu jenis dokumen yang harus ditandatangani dan dibubuhi meterai adalah surat kuasa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), surat kuasa adalah dokumen yang berisi pemberitahuan kuasa kepada seseorang atau sebuah pihak untuk mengurus suatu hal.
Jenis-Jenis Surat Kuasa
Surat ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu surat kuasa umum dan umum. Sederhananya, surat kuasa umum adalah dokumen yang diberikan kepada penerima kuasa untuk melakukan sesuatu yang bersifat umum atau luas.
Pasal 1795-1796 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa surat jenis ini hanya bisa digunakan untuk hal-hal yang sifatnya mengurus sesuatu. Misalnya, Anda diberi surat kuasa oleh saudara Anda untuk menjaga rumahnya. Maka, dengan dokumen ini, Anda masih memiliki kebebasan untuk melakukan apapun di rumah tersebut, selama Anda mengurusnya dengan baik.
Di sisi lain, kedua pasal tersebut juga menyiratkan bahwa hal-hal terkait pemindahan barang, pembuatan perdamaian atau tindakan-tindakan lain yang dapat memiliki dampak hukum harus dikuasakan dengan surat kuasa khusus. Misalnya, perusahaan membutuhkan pengacara untuk mengurus masalah perusahaan tersebut di pengadilan, maka perusahaan wajib menerbitkan surat ini.
Biasanya, surat khusus ini diberikan kepada pengacara sebagai penerima kuasa dari perorangan, perusahaan, maupun perorangan yang mewakili perusahaan di pengadilan. Karena setiap pengadilan membutuhkan dokumentasi, maka satu surat kuasa khusus tidak bisa digunakan di beberapa pengadilan sekaligus.
Perbedaan Surat Kuasa Umum dan Khusus
Secara garis besar, berikut ini beberapa perbedaan antara kedua jenis surat kuasa ini:
1. Format
Dalam surat kuasa khusus, ada sub judul yang secara jelas menegaskan bahwa dokumen tersebut dibuat untuk kepentingan “Khusus”.
2. Isi
Surat kuasa umum berisi hal-hal yang secara umum diamanahkan kepada pihak penerima. Sementara tepat di bawah bagian subheading “Khusus” pada surat khusus, penerima kuasa wajib memberikan rincian hal-hal yang diamanahkan kepadanya.
3. Cakupan manfaat
Seperti yang telah disebutkan di atas bahwasanya surat kuasa umum hanya bisa digunakan untuk menguasakan hal-hal yang bersifat kepengurusan dan tidak memiliki dampak hukum. Sebaliknya, surat kuasa khusus harus diterbitkan untuk hal-hal yang bisa menimbulkan dampak hukum, seperti pengurusan kasus perdata di pengadilan, pemindahan barang produksi perusahaan dan lain sebagainya.
Dasar Hukum Surat Kuasa Khusus
Dasar hukum utama pembuatan surat ini adalah pasal 1795 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau yang biasa juga disebut dengan Burgerlijk Wetboek voor Indonesie atau BW. Namun demikian, dasar hukum mengenai penerbitan surat ini juga ada pada pasal 118-123 Herzien Inlandsch Reglement (HIR), yaitu hukum acara perdata yang berlaku di Jawa dan Madura atau Rechtreglement voor de Buitengewesten (RGB), yaitu hukum acara perdata yang berlaku di luar wilayah pulau tersebut (Hukum Online).
Baik Burgerlijk Wetboek voor Indonesie (BW) maupun HIR RGB adalah panduan hukum perdata di Indonesia yang diadopsi dari hukum perdata Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Meskipun sudah lebih dari 70 tahun merdeka, namun tidak dapat dipungkiri kalau memang banyak tatanan hukum perdata di Indonesia yang masih mengadopsi hukum era kolonial.
Format Surat Kuasa Khusus
Format dokumen ini harus benar-benar diperhatikan. Sebab jika tidak, maka surat ini tidak dapat diterima. Sebagaimana disarikan dari akun Youtube Prof. Dr. Jamin Ginting S.H, M.H, Berikut ini beberapa komponen yang harus ada dalam surat ini:
1. Judul
Seperti surat resmi pada umumnya, surat ini juga harus memiliki judul. Apabila surat ini diterbitkan oleh firma hukum atau perusahaan, maka selain judul, juga harus ada kop dari lembaga tersebut, nomor surat yang diterbitkan dan tanggal penerbitan surat.
2. Identitas pemberi kuasa
Dalam bagian ini, status pemberi kuasa harus dibuat sejelas mungkin apakah dia memberikan kuasa atas nama dirinya sendiri atau atas nama perusahaan (badan hukum). Apabila dia memberikan kuasa atas nama perusahaan, maka alamat yang dicantumkan di bagian ini harus alamat perusahaan dan harus ada kata-kata yang secara tegas menunjukkan bahwa individu ini hanya berupa perwakilan saja. Apabila hal ini tidak ada, maka surat ini tidak dapat digunakan karena dianggap salah.
3.Penegasan penyebutan sebagai pemberi dan penerima kuasa
Selain identitas, hal yang harus ada dalam surat ini adalah kata-kata “Selanjutnya disebut sebagai pemberi kuasa” dan “Selanjutnya disebut sebagai penerima kuasa” untuk menegaskan posisi individu atau perusahaan dalam surat tersebut.
4. Penegasan domisili pemberi kuasa
Bagian ini penting jika pemberi kuasa tidak ingin mendapatkan pengiriman surat atau dokumen ke rumahnya dan ingin supaya surat menyurat tersebut dikirim ke pihak penerima kuasa. Adapun kata-katanya adalah “Untuk sementara memilih domisili hukum di alamat penerima kuasa”.
5. Identitas penerima kuasa
Identitas penerima kuasa ini berupa nama dan alamat kerjanya. Perlu diingat bahwasanya pihak penerima kuasa haruslah individu atau badan usaha yang memiliki kapabilitas di bidangnya masing-masing. Misalnya, untuk masalah pengurusan kepailitan di Pengadilan Niaga, maka surat ini harus diberikan oleh perusahaan yang pailit kepada pengacara. Surat ini tidak akan diterima apabila perusahaan memberikannya kepada asisten advokat sekalipun.
Umumnya, penerima kuasa ini lebih dari 1 orang, khususnya untuk pengurusan masalah hukum di pengadilan. Hal ini bertujuan supaya, apabila satu anggota tidak bisa hadir, maka ia bisa digantikan oleh anggota lainnya. Oleh sebab itu, biasanya sebuah surat kuasa ini dilengkapi dengan kata-kata “Baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri”.
6. Subheading khusus
Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, subheading ini wajib ada dalam pembuatan surat kuasa khusus. Tujuannya adalah supaya pembaca mengetahui jenis surat tersebut dan memastikan bahwa pihak penerima kuasa tidak bisa mengurus atau mengerjakan hal-hal lain di luar cakupan kinerjanya.
7. Cakupan kinerja
Di bawah subheading khusus adalah rincian mengenai cakupan kinerja. Rincian ini meliputi siapa saja pihak yang terlibat, permasalahan apa saja yang sedang dihadapi hingga dimana surat ini digunakan.
8. Tanggal penerbitan surat
Komponen yang keempat adalah tanggal penerbitan surat ini. Supaya surat ini dianggap valid di pengadilan, pastikan tanggal penerbitan ini lebih dulu dibandingkan dengan pelaksanaan tindakan yang dikuasakan. Misalnya, Anda diberi amanah untuk mengambil uang orang lain di bank pada tanggal 16 Januari, maka setidaknya surat ini terbit pada tanggal 15 Januari.
9. Tanda tangan dan meterai
Komponen yang terakhir adalah tanda tangan dari kedua belah pihak dan meterai. Saat ini, meterai yang digunakan adalah meterai Rp10.000. Supaya bisa lebih praktis tapi tetap legal, Anda bisa menggunakan tanda tangan digital dan e-meterai dari Privy. Dengan tanda tangan digital dan e-meterai dari Privy, Anda bisa menerbitkan surat ini dengan lebih praktis dan cepat.
Selain 9 komponen di atas, surat kuasa khusus yang umumnya digunakan di pengadilan juga bisa memuat klausul mengenai hak substitusi dan hak retensi. Hak substitusi adalah hak yang dimiliki oleh penerima kuasa untuk mengalihkan kembali kuasa tersebut kepada pihak lain apabila semua anggota penerima kuasa tidak bisa hadir.
Adapun hak retensi adalah hak yang memperbolehkan penerima kuasa untuk menahan sebagian aset pemberi kuasa sebagai jaga-jaga apabila dia tidak melakukan kewajibannya.
Contoh Surat Kuasa Khusus
Sumber: Mahkamah Konstitusi RI