Sebelum pandemi COVID-19 melanda, sektor pariwisata menjadi salah satu sektor terpenting dalam dunia perekonomian. Namun, sektor ini juga menjadi yang paling terdampak karena pandemi COVID-19. Penutupan penerbangan domestik maupun non domestik karena pembatasan sosial berskala besar (PSBB) menuntut sektor pariwisata untuk melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap karyawannya.
Mengutip dari catatan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia yang dilansir oleh Bisnis.com, total 1,4 juta pekerja sektor pariwisata di DKI Jakarta mengalami imbas PHK hingga akhir 2020 lalu.
Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang berkontribusi besar pada angka pembukaan lapangan pekerjaan. Ironisnya, hal itu perlahan berubah sejak kedatangan pandemi. Lalu, bagaimana perbandingan sektor pariwisata sebelum dan selama pandemi?
Sektor Pariwisata Sebelum PandemiÂ
Melansir dari laporan WTTC (World Travel & Tourism Council), sebelum pandemi melanda sektor pariwisata menyumbang 10% Produk Domestik Bruto (PDB) secara global dengan total sebesar US$ 9.2 triliun. Bahkan, pengunjung non-domestik dapat menghabiskan US$1.7 triliun pada tahun 2019. Sektor pariwisata juga menyumbang 1 dari 4 pekerjaan baru yang tercipta di seluruh dunia sebesar 10,6% dari seluruh pekerjaan (334 juta).
Ekonomi sektor pariwisata Indonesia bahkan berkontribusi 5,5% pada PDB nasional. Sektor ini memiliki tenaga kerja sebanyak 13 juta orang. Dilansir dari Kontan.co.id, tahun 2019 terdapat sebanyak 16,3 juta kunjungan wisatawan mancanegara.
Sektor Pariwisata Selama PandemiÂ
Pertumbuhan pesat yang terjadi di tahun 2019 tersebut mengalami perubahan drastis di tahun setelahnya. 2020 lalu, sektor pariwisata mengalami penurunan drastis akibat pembatasan mobilitas di masa pandemi.
Melansir dari CNN, terjadi penyusutan devisa pariwisata menjadi 51.2 triliun rupiah dari tahun sebelumnya. Hal ini terjadi karena penurunan kunjungan wisatawan dari 11,5 juta di tahun 2019 dan hanya 4,05 juta di tahun 2020.
Tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi Australia juga mengalami hal serupa. Berdasarkan laporan Deloitte, perjalanan domestik di Australia mengalami penurunan 41% serta penurunan pengeluaran pengunjung sekitar 47% selama Januari – Oktober 2020.
Bagaimana Cara Industri Pariwisata Bangkit dari Pandemi?Â
Meskipun menjadi yang paling terdampak karena pandemi, sektor pariwisata harus segera berbenah dan bangkit kembali selama atau setelah masa pandemi. Berikut merupakan beberapa cara agar sektor ini dapat segera pulih dari pandemi.
1. Inovasi Strategi Bisnis
Dengan segala perubahan yang terjadi di masa pandemi, bisnis besar maupun kecil di seluruh dunia harus terus berinovasi. Tidak terkecuali dengan sektor pariwisata ini. Salah satu strategi yang dipaparkan oleh Kemenparekraf adalah strategi pivoting.
Pivoting berarti mengubah strategi bisnis melalui berbagai inovasi, seperti menghadirkan layanan atau produk baru, serta memaksimalkan penerapan teknologi digital pada layanan pariwisata. Salah satu contohnya inovasi di sektor pariwisata adalah konsep wisata virtual. Dalam hal ini para agen wisata harus bisa memberi informasi atau visual terkait objek wisata secara detail untuk menarik minat wisatawan melalui platform digital.
2. Transparan dan Konsisten dalam Protokol Kesehatan
Sektor pariwisata harus mampu untuk meyakinkan calon wisatawan akan keamanan selama kunjungan mereka. Tidak hanya turis, tapi juga harus memastikan kesehatan dan keamanan pekerjanya.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh McKinsey Global Institute terkait kepercayaan wisatawan di Amerika Serikat untuk bepergian, tingkat kecemasan wisatawan masih cenderung tinggi sehingga para pelaku wisata serta otoritas setempat harus bekerja sama dalam menerapkan protokol kesehatan ketat untuk menjamin keselamatan para wisatawan.
Hal ini sejalan dengan program CHSE (Cleanliness, Health, Safety, and Environment) di sektor perhotelan. Dengan konsisten menerapkan ketentuan CHSE ini diharapkan kepercayaan konsumen akan kembali tumbuh, serta tidak ragu untuk mulai berwisata kembali.
3. Dukungan Anggaran
Menteri Keuangan pada tahun 2022 berencana mengalokasikan dana sebesar Rp 9,2 triliun sebagai bentuk dukungan pengembangan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.
Harapannya adalah untuk dapat mengembangkan pariwisata dan ekonomi kreatif dari tiga aspek, yaitu aksesibilitas; atraksi dan amenitas; serta melalui 2P (promosi dan partisipasi pelaku wisata).
Sebelumnya, Kementerian Parekraf juga telah mengucurkan dana untuk membantu sektor pariwisara dan ekonomi kreatif senilai masing-masing 1,8 juta Rupiah pada November 2021 lalu. Melansir dari Detik.com, sebanyak 1.535 orang telah mendaftarkan diri untuk mendapatkan Bantuan Pemerintah bagi Usaha Pariwisata (BPUP) ini.
4. Regulasi terkait Masuknya Wisatawan Mancanegara
Berkaca dari kasus COVID-19 yang sudah terjadi hampir 2 tahun ini, regulasi terkait masuknya wisatawan asing perlu disusun kembali. Dilansir dari Kompas.com, Satgas Penanganan Covid-19 menerbitkan Surat Edaran yang melarang warga negara asing (WNA) dari 11 negara masuk ke Indonesia.
Larangan ini terbit berdasarkan varian Omicron yang pertama kali ditemukan di Afrika Selatan. Namun, Surat Edaran tersebut juga mengatur bahwa pelaku perjalanan internasional berstatus WNA dengan tujuan wisata dan tidak memiliki riwayat perjalanan/tinggal dari 11 negara tersebut dapat masuk ke Indonesia.
Cepat tanggapnya pemerintah dalam memberikan regulasi terkait pandemi dapat menumbuhkan kepercayaan calon pengunjung baik domestik maupun non-domestik terhadap layanan sektor pariwisata di Indonesia. Dengan memastikan regulasi keamanan kesehatan yang ketat, pengunjung pun jadi lebih berani dan nyaman berpariwisata.
5. Memulihkan Kepercayaan dengan Pengalaman Wisata Contactless
Mengutip dari Hospitality Tech, hanya 19% pengunjung yang merasa percaya diri untuk melakukan perjalanan jauh dalam beberapa bulan ke depan selama Juni 2020 lalu.
Pengalaman selama dan setelah pandemi ini menimbulkan perubahan sikap para calon pengunjung. Pengunjung saat ini ingin berpergian dengan mengurangi kontak pada manusia. Seperti dilansir dari penelitian yang dilakukan oleh Publicis Sapient pada Agustus 2020 di bawah ini.
Salah satu solusi untuk membangun kembali rasa percaya konsumen adalah dengan contactless travel. Contactless travel adalah inovasi berbasis penyimpanan awan (cloud) untuk memindahkan kontak poin utama perjalanan yang tadinya bergantung pada manusia beralih ke perangkat pintar para pengunjung.
Contactless travel ini bisa dilakukan dengan identitas digital. Dengan identitas digital, perjalanan dari naik pesawat sampai check-in hotel tidak butuh bertemu orang secara fisik.
Baca Juga: 5 Alasan Mengapa Identitas Digital Penting
6. Pengadopsian Transformasi Digital
Sumber data dan prediksi industri telah berubah. Industri pariwisata harus beralih ke pengadopsian teknologi untuk mengumpulkan data pelanggannya. Dilansir dari situs Skift, industri pariwisata akan memiliki tingkat konversi yang tinggi, serta nilai transaksi yang tinggi jika mulai mengadopsi teknologi seperti analisis digital untuk membuat dan mengetahui produk yang tepat untuk para wisatawan.
Selain itu, pengadopsian teknologi dapat memberikan pengalaman pelanggan yang lebih personal, aman, dan cepat.
Salah satu contoh nyata dari bangkitnya sektor pariwisata dengan diterapkannya strategi di atas adalah hotel Hilton. Meskipun belum sepenuhnya kembali seperti pada masa pra pandemi, hotel Hilton perlahan bangkit dari keterpurukan di masa pandemi seperti yang dilansir dari CNBC pada Juni 2021 lalu.
Strategi kolaborasi Hilton dengan perusahaan lain seperti Reckitt Benckiser dalam peluncuruan program CleanStay, juga menjadikannya hotel yang mampu beradaptasi dengan cepat di masa pandemi. Â
Maskapai penerbangan seperti Etihad juga menjadi yang pertama dalam melakukan uji coba contactless self-service technology untuk menumbuhkan kembali kepercayaan konsumen dalam melakukan perjalanannya.
Meskipun tenggelam selama pandemi, sektor wisata perlahan-lahan dapat bangkit kembali dengan strategi serta implementasi teknologi yang tepat. Penerapan teknologi seperti contactless service di industri penerbangan dan perhotelan membuat pelaku wisata harus mulai mengimplementasikannya. Saatnya Anda mulai eksplorasi penggunaan identitas digital Privy untuk bisnis pariwisata Anda.